DKPP Sebut Belum Jadwalkan Sidang Dugaan Asusila Ketua KPU, Ini Alasannya

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari. (gemapos/RRI)
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari. (gemapos/RRI)

Gemapos.ID (Jakarta) - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengaku belum menjadwalkan sidang terkait dugaan tindak asusila yang melibatkan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua DKPP Heddy Lugito.

Dirinya mengatakan bahwa DKPP masih melakukan verifikasi administrasi dan materi atas aduan yang dibuat oleh salah satu petugas panitia pemilihan luar negeri (PPLN) pada Kamis (18/4) lalu.

"Sekarang masih dilakukan verifikasi administrasi dan materi, belum dijadwalkan sidang. Semuanya masih berproses," ujar Heddy lewat keterangan tertulis, Selasa (23/4/2024).

Dia beralasan sidang atas aduan tersebut belum dijadwalkan karena DKPP menerima pengaduan sampai 200 perkara selama empat bulan terakhir. Dari angka itu, Heddy mengatakan baru 91 perkara yang sidangnya sudah dijadwalkan.

Kuasa hukum korban dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH-FHUI), Aristo Pangaribuan, mengatakan pihaknya sudah berkomunikasi dengan DKPP agar pengaduan kliennya itu dapat diproses dengan cepat agar segera disidang. Ia juga meminta kepada DKPP untuk menggelar sidang secara tertutup nantinya.

Sebelumnya, Aristo menjelaskan awal hubungan Hasyim dengan kliennya dimulai pada Agustus 2023 saat Ketua KPU RI itu melakukan kunjungan dalam rangka dinas ke luar negeri. Menurutnya, Hasyim selalu memanfaatkan momen kerja untuk mendekati korban yang menegaskan adanya relasi kuasa, sehingga korban merasa tak nyaman dan akhirnya mengundurkan diri setelah Maret 2024.

Menurut Aristo, tipologi pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang dilakukan Hasyim mirip dengan aduan sebelumnya ke DKPP pada tahun lalu oleh Ketua Partai Republik Satu, yakni Hasnaeni atau yang kerap disebut Wanita Emas.

"Kalau pada Hasnaeni, dia itu adalah ketua umum partai, punya kepentingan. Ini klien kami seorang perempuan, petugas PPLN, dia tidak punya kepentingan apapun, dia merasa menjadi korban dari hubungan relasi kuasanya. Karena ini kan bosnya Ketua KPU," terangnya. (ns)