Mengenal 'Amicus Curiae' Yang Disampaikan Megawati ke MK

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. (gemapos/gesuri)
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. (gemapos/gesuri)

Gemapos.ID (Jakarta) - Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk sengketa hasil Pilpres 2024. Pemberian surat tersebut diwakili oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Syaiful Hidayat.

"Saya Hasto Kristiyanto bersama dengan Mas Djarot Saiful Hidayat ditugaskan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri dengan surat kuasa sebagaimana berikut. Kedatangan saya untuk menyerahkan pendapat sahabat pengadilan dari seorang warga negara Indonesia yaitu Ibu Megawati Soekarnoputri sehingga Ibu Mega dalam kapasitas sebagai warga negara Indonesia mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan," kata Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (16/4/2024).

Istilah hukum 'amicus curiae' berasal dari bahasa Latin yang secara harfiah artinya 'friend of the court' atau 'sahabat pengadilan'.

Dilansir dari situs resmi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), amicus curiae merupakan konsep hukum yang memungkinkan pihak ketiga yaitu mereka yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara, memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.

Amicus curiae biasanya diajukan untuk kasus-kasus yang dalam proses banding dan isu-isu kepentingan umum seperti masalah sosial atau kebebasan sipil yang sedang diperdebatkan, yang putusan hakim akan memiliki dampak luas terhadap hak-hak masyarakat. Dalam amicus curiae, pihak yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara memberikan pendapatnya kepada pengadilan.

Asal-usul istilah 'amicus curiae' berasal dari Hukum Romawi. Sejak abad ke-9, praktik ini mulai lazim dilakukan di negara-negara dengan sistem hukum 'common law', khususnya di pengadilan tingkat banding atau pada kasus-kasus besar dan penting.

Fungsi Amicus Curiae

Pada abad ke-17 dan 18, secara luas partisipasi dalam amicus curiae tercatat pada All England Report. Berdasarkan laporan tersebut, beberapa gambaran terkait amicus curiae yaitu antara lain, bahwa:

Fungsi utama amicus curiae adalah untuk mengklarifikasi isu-isu faktual, menjelaskan isu-isu hukum dan mewakili kelompok-kelompok tertentu.
Amicus curiae berkaitan dengan fakta-fakta dan isu-isu hukum, tidak harus dibuat oleh seorang pengacara (lawyer).
Amicus curiae tidak berhubungan penggugat atau tergugat, namun memiliki kepentingan dalam suatu kasus.
Izin untuk berpartisipasi sebagai amicus curiae.

Amicus Curiae di Indonesia

Meski praktik amicus curiae lazim digunakan di negara dengan sistem common law, bukan berarti praktek ini amicus curiae tidak ada atau tidak diterapkan di Indonesia, dengan sistem civil law. Jika kita merujuk pada poin utama amicus curiae yakni untuk membantu hakim agar adil dan bijaksana dalam memutus perkara, maka hal ini telah diakui dan dipraktekkan dalam sistem hukum di Indonesia.

Kewajiban hakim untuk "menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat", telah ditetapkan melalui Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Hal ini berlaku untuk seluruh hakim di seluruh lingkup peradilan maupun tingkat pengadilan di Indonesia.

Praktik amicus curiae di Indonesia juga telah digunakan termasuk dalam banyak kasus. Peluang praktik amicus curiae dalam sistem peradilan pidana di Indonesia juga dapat merujuk pada Pasal 180 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan."

Perlu dipahami bahwa kedudukan amicus curiae adalah sebagai pihak yang memiliki kepentingan sebatas untuk memberikan opini atau pendapat hukum. Dalam hal ini amicus curiae tidak dapat dikategorikan sebagai alat bukti, atau juga bukan dikatakan sebagai saksi atau saksi ahli.

Meski demikian, pendapat dari amicus curiae ini dapat menjadi pertimbangan hakim dalam proses peradilan. Hal ini dilakukan untuk membantu hakim agar dapat adil dan bijaksana dalam memutus sebuah perkara.