BEI Minta AB Jadi Broker Bursa Karbon Untuk Tingkatkan Perdagangan

Ilustrasi- Polusi cerobong asap industri dengan asap di lingkungan (foto: gemapos/istock)
Ilustrasi- Polusi cerobong asap industri dengan asap di lingkungan (foto: gemapos/istock)

Gemapos.ID (Jakarta)- Anggota Bursa (AB) diminta terlibat lebih jauh di bursa karbon. Hal tersebut karena keterlibatan AB diharapkan bisa turut meningkatkan aktivitas perdagangan di bursa karbon.

Hal tersebut disampaikan Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman di acara Capital Market Journalist Workshop-Media Gathering 2023, di Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (17/11/2023).

Ia mengatakan pihaknya dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji kemungkinan AB menjadi broker layaknya perantara investor dan emiten di bursa saham.

"Kami sedang mengkaji potensi AB bisa berpartisipasi menjadi broker bursa karbon seperti saham," katanya.

Iman mengakui perdagagan karbon saat ini belum ramai. Dari sisi likuiditas, kata Iman, perdagangan bursa karbon sangat berbeda dari bursa saham. Para pembeli karbon saat ini cenderung melakukan hold setelah membeli unit karbon. 

Bursa karbon yang telah diluncurkan pada September lalu memiliki jumlah unti karbon yang telah terserap mencapai 468.124 ekuivalen dari total yang tersedia sebanyak 1,7 juta unit.

Adapun nilai pembelian unit karbon hingga saat ini mencapai sekitar Rp 29 miliar. Menurut Iman, saat ini baru ada dua penyedia unit karbon yakni Pertamina New and Renewable Energy (PNRE) melalui Proyek Lahendong dan PLN Nusantara Power melalui Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Blok 3 Muara Karang. 

Sementara itu, Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Pasar Modal OJK, Antonius Hari menambahkan, perusahaan tercatat atau emiten juga harus ikut mendukung penyelenggaraan bursa karbon, melalui implementasi ESG.

"Ini masih dalam kajian karena masing-masing emiten memiliki otoritas yang mengawasi, jadi kalau emitennya energi, sebenarnya Kementerian ESDM mewajibkan disana, bukan kami," kata dia. 

Antonius menjelaskan bahwa saat ini pembelian unit karbon lebih banyak dilakukan oleh perbankan. Keterlibatan perbankan ini dilakukan dengan menghitung nilai emisi dan membelinya dalam bentuk unit karbon.

Sejauh ini, kata Antonius, pembelian unit karbon oleh perbankan masih bersifat suka rela. "Jadi mereka sukarela, belum diwajibkan. Kita perlu mendukung ekosistem ini bekerja sama, kolaborasi, edukasi, dan sosialisasi bersama," kata Antonius.(ri)