Dokter Spesialis: Kualitas Olahan Dapat Pengaruhi Tingkatkan Konsumsi Makanan Alternatif

Ilustrasi: Pohon Kelor (Moringa Oleifera). (foto: gemapos/istock)
Ilustrasi: Pohon Kelor (Moringa Oleifera). (foto: gemapos/istock)

Gemapos.ID (Jakarta)- Konsumsi makanan alternatif dapat meningkat di masyarakat apabila bahan makanan tersebut diolah dengan baik sampai meningkatkan cita rasanya, demikian menurut dokter spesialis obstetri dan ginekologi dari RSIA Dedari Kupang, dr. Andree Hartanto, Sp.OG.

“Kita tidak bisa memungkiri bahwa sebagai manusia, kita pasti punya selera atas rasa masing-masing,” kata Andree saat gelar wicara bersama IKKT Pragati Wira Anggini di Jakarta, Senin.

Kesimpulan tersebut didapatkan setelah dia mendapati para ibu di Nusa Tenggara Timur enggan memakan biskuit kaya gizi bantuan pemerintah maupun sajian daun kelor (Moringa oleifera) yang kaya nutrisi karena rasanya kurang enak. Andree, yang memiliki restoran yang mengolah daun kelor menjadi berbagai makanan, mengatakan bahwa daun tersebut dapat dikreasikan menjadi beragam sajian, seperti nasi kelor, biskuit kelor, teh kelor, bahkan sampai gelato kelor.

Selain membuat rasa daun kelor lebih dapat diterima di lidah, dia juga menyoroti pentingnya edukasi tentang manfaat mengonsumsi daun kelor sehingga masyarakat paham bahwa tumbuhan tersebut ternyata bisa dimakan dan kaya akan gizi.

“Kita selama ini berpikir kalau daun kelor itu adalah untuk mengusir setan, memandikan jenazah, atau lainnya. Stigma ini harus kita ubah,” kata Andree menegaskan.

Pemerintah terus mempromosikan konsumsi makanan alternatif melalui diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada satu produk pangan tertentu, khususnya selama fenomena El Nino terjadi.

Sebelumnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan sorgum dan jagung adalah beberapa komoditas yang dapat menjadi alternatif pangan dalam menghadapi dan beradaptasi pada kenaikan suhu akibat perubahan iklim.

Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN Yudhistira Nugraha, Jumat (20/10), mengatakan, walaupun peralihan komoditas bisa menjadi suatu opsi untuk beradaptasi menghadapi dampak perubahan iklim, hal tersebut harus diikuti dengan perubahan kebiasaan makan yang bisa dilakukan sejak dini.(ra)