Tarik Investor, Wapres: Butuh Perbaikan Kualitas Data Panas Bumi

Pembukaan Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) ke-9 di Jakarta, Rabu (20/9/2023). (foto:gemapos/ESDM)
Pembukaan Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) ke-9 di Jakarta, Rabu (20/9/2023). (foto:gemapos/ESDM)


Gemapos.ID (Jakarta) - Pemerintah memproyeksikan pada tahun 2060 kapasitas pembangkit berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) akan mencapai sedikitnya 700 gigawatt (GW) yang berasal dari surya, hidro, angin, bioenergi, arus laut, serta panas bumi.

Dari proyeksi kapasitas pembangkit tersebut, kapasitas pembangkit panas bumi ditargetkan akan mencapai 23 GW.

Wakil Presiden Republik Indonesia Ma'ruf Amin saat membuka acara Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) ke-9 di Jakarta, Rabu (20/9), mengatakan pemerintah berkomitmen terus mendukung pengembangan tenaga panas bumi menjadi salah satu sumber EBT.

Dukungan itu berupa skema bisnis yang lebih menjanjikan dan pengembangan inovasi teknologi yang lebih terjangkau.

Wapres menekankan bahwa perlu dilakukan perbaikan kualitas data dalam kegiatan eksplorasi panas bumi sebagai upaya menurukan resiko pengembangan panas bumi di Indonesia, sebagai upaya untuk menjaga harga jual listrik panas bumi yang lebih kompetitif.

"Dibutuhkan dukungan program dan perbaikan mekanisme untuk menarik lebih banyak minat pengembang panas bumi di Indonesia, misalnya program penugasan survei pendahuluan dan eksplorasi yang selama ini telah dilakukan oleh Kementerian ESDM. Perlu diperluas di lokasi-lokasi yang datanya memang belum mencukupi untuk mempermudah pengembang," ujar Ma'ruf dalam siaran ESDM yang dikutip Jumat (22/9/2023).

Ma'ruf menambahkan, insentif eksplorasi panas bumi telah disediakan pemerintah dalam bentuk pendanaan melalui program pembiayaan infrastruktur dan program mitigasi sumber daya panas bumi untuk menarik minat investor di bidang panas bumi.

"Sehingga keberadaan pembangkit panas bumi diharapkan dapat berkontribusi mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, khususnya dalam pembangunan infrastruktur dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat," ujarnya.

Meski demikian, Ma'ruf mengingatkan bahwa upaya pengelolaan sumber daya panas bumi harus memperhatikan aspek lingkungan, karena sebagian besar sumber panas bumi berada dalam kawasan hutan, sehingga pengelolaannya harus memperhatikan daya dukung ekosistem kehidupan satwa di alam liar.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Yudo Dwinanda Priaadi mengatakan bahwa untuk mengembangkan potensi panas bumi di Indonesia, pemerintah telah menyusun berbagai strategi seperti penugasan survei pendahuluan dan eksplorasi kepada pihak swasta.

"Pemerintah juga membangun akses infrastruktur ke wilayah kerja panas bumi melalui kerjasama dengan kementerian dan lembaga lainnya, seperti akses jalan menuju lokasi proyek perlu dikoneksikan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Akses jalan tersebut tentunya tidak hanya digunakan untuk keperluan proyek panas bumi saja, tetapi juga untuk akses masyarakat setempat sehingga bisa menggerakkan roda perekonomian," jelas Yudo.

Selain itu, kerjasama dari seluruh pemangku kepentingan perlu diperkuat untuk memberikan dukungan baik finansial maupun insentif untuk kegiatan proyek-proyek panas bumi, mendukung pengembangan proyek dan teknologi panas bumi, berbagi pengetahuan dan diskusi publik untuk memitigasi isu-isu sosial, serta pengembangan kapasitas dan pengembangan sumber daya manusia. (rk)