Menkes Akui Standar Kualitas Udara RI Tak Sesuai WHO

Menkes Budi Gunadi Sadikin. (Foto: gemapos - Biro Pers Sekretariat Presiden)
Menkes Budi Gunadi Sadikin. (Foto: gemapos - Biro Pers Sekretariat Presiden)


Gemapos.ID (Jakarta) Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku standar konsentrasi PM 2.5 di Indonesia saat ini belum memenuhi ketentuan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terbaru. Pedoman WHO terbaru menetapkan level PM 2.5 yang ditolerir adalah 5 mikrogram/m3 untuk setiap tahun, 15 mikrogram/m3 untuk rata-rata 24 jam.

Sementara pemerintah menilai standar WHO sebelumnya di rata-rata PM 2.5 24 jam sebesar 55 mikrogram/m3 dan satu tahun 15 mikrogram/m3, relatif masih aman. Pemerintah sejauh ini masih membahas kemungkinan perubahan kebijakan tersebut, tidak hanya melihat dampak dari sisi kesehatan.

Terlebih, sejauh ini, hanya China yang baru menetapkan pedoman sesuai dengan standar WHO.

"Jadi semua negara belum ada yang mengubah aturannya kecuali China, jadi justru China yang paling ketat, kemarin juga ada diskusi nanti saya sampaikan diskusinya gimana. Karena begitu itu diturunkan dengan standar WHO, itu bisa ada dampak non kesehatannya," tegas Menkes dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (30/8/2023).

"WHO baru menurunkan target, sebelumnya ngasih target PM 2.5 itu rata-rata 24 jam 55, untuk rata-rata satu tahun 15, itu yang dipakai di Permenkes dan PermenKLHK. Sementara, saat ini mengacu ke aturan PermenKLHK dan Permenkes, ketentuan di Indonesia belum mengikuti kebijakan tersebut," beber Menkes.

Bahaya PM 2.5

Efek dari kualitas udara buruk tidak main-main, penyakit terbanyak yang dialami imbas polusi adalah ISPA hingga asma, dalam jangka panjang bahkan bisa memicu kanker paru.

Pasalnya, polusi PM 2.5 tidak kasat mata alias berukuran amat kecil sehingga bisa masuk ke pembuluh darah dan paru-paru, hingga berakhir infeksi.

"PM 2.5 ini yang biasanya diukur di semua dunia, standarnya diperketat WHO, Indonesia belum ubah, yang ubah baru China," sambung dia.

"Jadi kita nggak pernah memenuhi standarnya WHO dari pantauan 2021. Makin lama makin naik, mulai Januari 2023 mulai naik, berkorelasi dengan kasus ISPA di DKI, yang tadi 50 ribuan, naiknya jadi cepat 150 irbu, 200 ribu, dua sampai tiga kali," pungkasnya.(da)