Mendorong Bawaslu Susun Kode Etik Kampanye di Medsos

Suasana konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kampanye Pemilu yang Informatif dan Edukatif di Jakarta, Senin (26/6/2023). (ant)
Suasana konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kampanye Pemilu yang Informatif dan Edukatif di Jakarta, Senin (26/6/2023). (ant)


Gemapos.ID (Jakarta) - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kampanye Pemilu yang Informatif dan Edukatif mendorong Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menyusun kode etik bagi para peserta Pemilu 2024 dalam berkampanye di media sosial (medsos).

"Kami juga mendorong Bawaslu untuk menyusun code of conduct (kode etik) kampanye di media sosial," ujar perwakilan koalisi itu Direktur Eksekutif The Indonesian Institute (TII) Adinda Tenriangke Muchtar dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (26/6/2023).

Adinda menyampaikan koalisi yang terdiri atas sepuluh organisasi masyarakat sipil itu menilai kode etik tersebut bernilai penting untuk dimunculkan agar kampanye Pemilu 2024 di media sosial memiliki acuan yang jelas.

Di samping itu, tambah dia, kode etik itu diperlukan untuk mengantisipasi masifnya kemunculan disinformasi, ujaran kebencian, dan berita bohong dalam kampanye di media sosial. Ia menyampaikan berkaca dari pengalaman Pemilu 2019 berdasarkan data Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), hoaks atau berita bohong bertema politik, dan ujaran kebencian mendominasi unggahan di media sosial.

Penyebaran hoaks dan ujaran kebencian itu, ungkapnya, menyebabkan masyarakat terbelah atau terpolarisasi, bahkan ada pula yang berujung dengan konflik antarpengguna media sosial.

Menurut Adinda, kekacauan sosial itu berpotensi terjadi kembali di Pemilu 2024, sebagaimana data Mafindo yang menunjukkan bahwa menjelang Pemilu 2024 peredaran hoaks di media sosial meningkat enam kali lipat dari biasanya.

Selanjutnya untuk mengoptimalkan upaya antisipasi itu, kata dia, selain mendorong penyusunan kode etik berkampanye di media sosial, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kampanye Pemilu yang Informatif dan Edukatif mendorong Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk lebih berani dan inovatif dalam membuat peraturan tentang penataan kampanye politik di media sosial yang spesifik, komprehensif, efektif, dan berdampak.

Adapun koalisi masyarakat sipil itu terdiri atas TII, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lingkar Madani Indonesia, Sejuk, Tepi Indonesia, Sindikasi Pemilu dan Demokrasi, Youth IGF Indonesia, Pusat Pemilu Akses Disabilitas, serta Cakra Wikara Indonesia. (pu)