Penguasaan Teknologi Pertahanan Tunjang Kemandirian Bangsa

Sakti Wahyu Trenggono-gemapos
Sakti Wahyu Trenggono-gemapos
Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sakti Wahyu Trenggono mengingatkan teknologi pertahanan harus dikuasai bangsa Indonesia sebagai sebuah kebutuhan pertahanan pada masa depan agar menjadi bangsa yang mandiri. Periode pemerintahan 2020-2024 merupakan masa yang menentukan arah pembangunan jangka panjang kekuatan pertahanan Indonesia terutama dalam soal menguasai teknologi yang menjadi kebutuhan pertahanan di masa depan. “Perang di masa datang akan didominasi oleh kekuatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan konsep seperti Network Centric Warfare (NCW) dan kemampuan peperangan siber (Cyber Warfare) pada platform persenjataan,” katanya saat memberikan Keynote Speech di Round Table Discussion yang diselenggarakan oleh Universitas Pertahanan bertema ‘Prioritas Akuisisi Alutsista Strategis TNI 2020-2045’ di Sentul, Bogor, Jawa Barat (Jabar), Kamis (19/12/2019). Perpaduan antara teknologi dan konsep operasi perang yang inovatif merupakan pengertian paling mendasar dari apa yang disebut sebagai Revolution in Military Affairs (RMA).Hal ini bertumpu pada kecanggihan teknologi. “Perang kedepan itu, memiliki banyak aset, seperti pesawat tempur ataupun peluru kendali (missile) tidak dengan sendirinya menjamin suatu negara memiliki kekuatan daya tangkal (deterrent power), tanpa diimbangi kemampuan mengeksploitasi konsep-konsep perang yang inovatif dan kreatif,” ujarnya. Penyelenggaraan pertahanan negara menuntut human capital yang unggul, gagasan-gagasan cerdas yang kreatif dan inovatif, sekaligus peralatan yang modern. Langkah ini memerlukan keterpaduan dukungan ekonomi negara yang kuat, industri pertahanan dalam negeri yang kuat dengan didukung oleh kemampuan penelitian dan pengembangan (R&D) dalam negeri yang mumpuni. Network Centric Warfare harus didukung oleh sistem yang memadukan teknologi sensor dan teknologi/manajemen informasi-komunikasi yang robust. Kondisi ini untuk mampu menangkap dan melakukan ‘Big Data analysis’ yang diperlukan dalam domain Intelligence, Surveillance, Target Acquisition, dan Reconnaissance (ISTAR). Secara keseluruhan Network Centric Warfare ini menjadi sejenis ‘Internet of Things’ dari medan operasi perang yang mengandalkan teknologi/sistem manajemen informasi/komunikasi dan sensor-sensor guna meningkatkan ‘situational awareness’. “Big Data Analysis” dalam sistem Network Centric Warfare diperlukan untuk memperoleh gambaran lengkap dan akurat guna memprediksi kejadian-kejadian yang akan datang yang diperlukan untuk pengambilan keputusan,” tandasnya. Konsep Network Centric Warfare menuntut cara berpikir baru yang koheren pada semua level operasi militer dari taktis sampai strategis. Langkah itu mendorong semua ekosistem di industri pertahanan nasional untuk tanggap terhadap perubahan lingkungan strategis dan berinvestasi untuk mengembangkan teknologi pertahanan yang mumpuni. (mam)