Berikut Ini Tips Menjaga Suasana Hati Tetap Positif Usai Libur Lebaran!

Ilustrasi: Seorang wanita yang membuat bentuk hati di atas lanskap matahari terbenam yang menandakan kebahagaian
Ilustrasi: Seorang wanita yang membuat bentuk hati di atas lanskap matahari terbenam yang menandakan kebahagaian

Gemapos.ID (Jakarta) - Menjaga suasana hati tetap positif usai liburan, termasuk Lebaran, bisa dimulai dengan memperbaiki rutinitas, yang juga bermanfaat agar tubuh siap secara biologis, menurut Mega Tala Harimukthi, M.Psi., psikolog dari Ikatan Psikolog Klinis wilayah Banten.

Psikoterapis asal Boston Angela Ficken, LICSW, itu menyarankan seseorang mencoba meluangkan waktu untuk diri sendiri. Dia, seperti disiarkan Healthline, berpendapat rutinitas ini tidak harus rumit, bisa hanya jalan-jalan seminggu sekali atau minum kopi dengan teman baik setiap Jumat pagi.

Liburan secara umum baik untuk kesehatan mental seseorang. Namun, ada risiko seseorang justru terganggu suasana hatinya usai melewatinya. Mereka yang terganggu suasana hatinya usai liburan, bisa jadi karena dipengaruhi situasi, orang-orang yang ditemui, dan perbincangan yang dilakukan. ​

Selain itu, pengharapan besar, teringat orang-orang terkasih yang hilang atau pergi, dinamika keluarga yang sulit hingga beban keuangan, juga dapat menjadi sebab.

Sebenarnya, rasa sedih, tekanan mental, atau bahkan ketakutan usai liburan dapat mengacu pada post holiday blues yang menurut psikolog klinis di Lenox Hill Hospital, New York City Naomi Torres-Mackie, Ph.D, seperti disiarkan Health, mirip dengan depresi klinis.

Namun, depresi melibatkan suasana hati yang buruk hampir sepanjang hari selama 2 minggu atau lebih. Sementara, post holiday blues biasanya berlangsung lebih pendek, tidak merugikan kehidupan sehari-hari dan umumnya spesifik untuk periode waktu seusai liburan.

Akan tetapi, apabila perasaan sedih setelah liburan mulai memengaruhi fungsi harian, seperti membuat sulit bangun dari tempat tidur, pergi bekerja atau sekolah, meninggalkan rumah, menghabiskan waktu bersama orang lain, atau menyelesaikan tugas-tugas kecil, mungkin ada baiknya seseorang berkonsultasi pada pakar kesehatan.

Lalu, apabila seseorang telanjur mengalami post holiday blues, pakar psikiatri dan ilmu perilaku di Johns Hopkins Anxiety Disorder Clinic Paul Nestadt, MD menyarankan untuk tidur yang cukup, setidaknya 7 jam setiap malam, mempertahankan kebiasaan makanan sehat, dan mencoba kembali berolahraga secara teratur. Untuk mempertahankan motivasi atau mulai berolahraga lagi ajaklah anggota keluarga atau teman untuk berolahraga bersama atau pilih aktivitas yang disukai agar tetap sibuk.

Selain itu, bersandar pada teman dan keluarga dapat membantu seseorang terus merasa terhubung dan tidak sendirian. Koneksi yang dekat juga dapat berguna dalam membantunya menavigasi apa yang sedang dialami.

Di sisi lain, bagi mereka yang merasa stres saat harus kembali bekerja usai liburan, American Psychological Association (APA) memberikan sejumlah kiat guna membantu mengelolanya antara lain memanfaatkan jurnal untuk melacak situasi yang menyebabkan stres lalu mencari cara sehat untuk mengatasinya seperti berolahraga dan menjaga kualitas tidur yang baik.

Kemudian, mencoba memprioritaskan perawatan diri dan meluangkan waktu untuk hobi atau melakukan aktivitas yang menyenangkan seperti membaca buku, pergi ke konser, atau menghabiskan waktu berkualitas bersama keluarga.

Hal lainnya yang bisa dilakukan yakni membuat batasan kehidupan kerja, seperti tidak memeriksa surat elektronik atau email di luar hari kerja atau tidak menjawab telepon atau pesan setelah jam tertentu. Ini memungkinkan seseorang memiliki waktu untuk beristirahat dan memulihkan diri dari pekerjaan.

Berbicara dengan teman, keluarga, atau kolega terpercaya, dan meminta dukungan​​​​​​​ mereka pun dapat menjadi upaya mengelola stres terkait pekerjaan.

Kiat bagi anak

Bukan hanya orang dewasa, anak-anak pun perlu mempersiapkan diri saat akan kembali ke rutinitasnya usai masa liburan dan ini perlu didukung dengan adanya rutinitas sebelum liburan yang masih berjalan, menurut Feka Angge Pramita, M.Psi. Psikolog.

Psikolog klinis yang berfokus pada masalah emosi, regulasi, dan tergabung dalam Ikatan Psikolog Klinis Indonesia wilayah DKI Jakarta itu berpendapat setidaknya seperti rutinitas makan, mandi, tidur, dan berkegiatan fisik aktif perlu dijalani rutin meskipun sedang masa liburan.

​​​​​​​Feka mengatakan pada saat liburan termasuk mudik, biasanya orangtua akan memberikan kelonggaran waktu, misalnya, tidur sedikit lebih malam pada anak, atau makan menjadi tidak teratur. Hal ini sebenarnya masih bisa ditoleransi, asalkan tidak lebih dari 2 hari karena perubahan rutinitas bagi anak mengharuskan diri perlu beradaptasi kembali dan mengubah pola yang sebelumnya sudah terjadi.

Sebaiknya, pola tidur dan pola makan anak tidak mengalami perubahan terlampau jauh dari biasanya agar tak memengaruhi kesehatan, imunitas dan perkembangan fisik anak.

Orang tua disarankan dapat menyiapkan anak untuk kembali ke rutinitas awal sebelum liburan tiga hari atau seminggu sebelum masuk sekolah. Inilah alasannya orang tua seharusnya sudah kembali ke kota asal minimal 2 hari sebelum anak masuk sekolah, agar mereka juga dapat memulihkan diri dari lelah perjalanan mudik.

Kemudian, sembari mempersiapkan diri anak untuk kembali ke sekolah, orang tua bisa mulai melibatkan mereka menyiapkan keperluan mereka seperti seragam, membuat jadwal bekal atau camilan untuk dibawa ke sekolah, mengikutsertakan anak dalam pembelanjaan, dan memeriksa perbekalan sekolah yang perlu diganti atau dibeli.

Khusus untuk anak-anak usia taman kanak-kanak (TK) dan awal sekolah dasar (SD), misalnya, kelas satu hingga tiga, orang tua dapat mengajak anak membuat cerita pendek bergambar mengenai liburannya untuk diceritakan pada teman-teman atau guru. Hal ini dapat membantu anak mempersiapkan diri untuk kembali pada rutinitas.

Aksn tetapi, apabila anak terlihat enggan untuk kembali ke sekolah atau kembali ke rutinitasnya usai liburan, orang tua perlu merespons dulu emosi anak yang terlihat. Anak mungkin merasa sedih karena liburannya berakhir, atau ini artinya tidak bertemu dengan kakek-nenek atau saudara lagi dan meninggalkan kota liburan yang meninggalkan kesan mendalam bagi anak.

Dalam menghadapi ini, orang tua diharapkan memvalidasi emosi anak , misalnya, dengan bertanya pada anak, "Kamu masih ingin di sini (tempat liburan), ya? Kamu happy banget di sini, ya". Setelah itu, ajak anak membuat dokumentasi seperti dalam bentuk scrapbook memory atau gambar yang berkesan bagi anak. Hal ini akan membantu anak belajar mengungkapkan emosi yang dirasakan baik emosi positif atau negatif.

Cara ini sebenarnya bisa juga dilakukan pada orang dewasa, termasuk apabila memiliki bakat artistik, misalnya, dengan melukis atau menggambar tempat yang dikunjungi selama liburan.

Orang-orang mungkin menemukan bahwa mendokumentasikan perjalanan mereka dalam jurnal, lembar memo, atau membuat album foto, dapat membantu mereka mengatasi emosi negatif setelah liburan. Sebuah studi tahun 2020 menemukan bahwa peserta yang membuat scrapbook untuk mengabadikan kenangan mendapatkan kenyamanan psikologis.​​​​​​​

Feka mengatakan pada anak yang terlihat enggan kembali ke sekolah, bisa jadi ada hal yang membuatnya tidak nyaman kembali ke sekolah. Orang tua perlu melakukan pendekatan terkait dengan topik ini dan mendengarkan dulu keluhan anak terkait sekolah, teman, guru sebelum akhirnya memberikan saran atau nasihat.

"Anak perlu didengarkan oleh orang tua dan orang tua perlu belajar mendengarkan anak tanpa langsung memberikan saran atau kalimat penyemangat," kata dia.(ap)