Berikut Berbagai Penunjang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun Depan

"Memandang ekonomi dunia tahun 2023, meskipun diprediksi tumbuh lebih lambat, kami di CORE Indonesia sebenarnya masih melihat peluang untuk tidak serta-merta jatuh ke jurang resesi," kata Ekonom CORE Yusuf Rendy di Jakarta pada Rabu (28/12/2022).
"Memandang ekonomi dunia tahun 2023, meskipun diprediksi tumbuh lebih lambat, kami di CORE Indonesia sebenarnya masih melihat peluang untuk tidak serta-merta jatuh ke jurang resesi," kata Ekonom CORE Yusuf Rendy di Jakarta pada Rabu (28/12/2022).

Gemapos.ID (Jakarta) - Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memprediksi ekonomi nasional tumbuh 4,5% sampai 5,0% pada 2023. 

Walaupun, ekonomi negara-negara barat seperti Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa akan menjadi rentan akibat lonjakan inflasi dan pengetatan moneter.

"Memandang ekonomi dunia tahun 2023, meskipun diprediksi tumbuh lebih lambat, kami di CORE Indonesia sebenarnya masih melihat peluang untuk tidak serta-merta jatuh ke jurang resesi," kata Ekonom CORE Yusuf Rendy di Jakarta pada Rabu (28/12/2022). 

Namun, China yang menjadi mitra dagang terbesar banyak negara termasuk Indonesia menunjukkan indikasi perbaikan, sejalan dengan semakin terkendali penyebaran Covid-19. 

Begitupula inflasi global pada 2023 masih berpotensi meningkat, namun CORE memperkirakan tingkat inflasi diprediksi lebih rendah dibandingkan 2022.

Selain itu tidak banyak mengganggu tingkat konsumsi secara agregat, tapi dampak dari inflasi global masih akan menekan daya beli masyarakat berpendapatan rendah dan kemungkinan menahan pemulihan mobilitas jarak jauh.

"Konsumsi rumah tangga diprediksi tetap kuat dan melampaui tingkat konsumsi pra-pandemi, meskipun pertumbuhannya melambat marginal akibat tekanan global," ujarnya.

Selain itu pengetatan moneter diprediksi lebih terbatas karena pengurangan tekanan inflasi global dan domestik. Investasi diprediksi akan kembali menjadi penyumbang kedua terbesar pertumbuhan ekonomi pada 2023.

"Pertumbuhan investasi swasta tidak banyak terganggu oleh tekanan ekonomi global. Meski demikian, surplus perdagangan diprediksi menyempit karena pelemahan permintaan sebagian negara tujuan ekspor utama dan juga pelemahan harga komoditas khususnya komoditas non-energi,” ujarnya. 

CORE memprediksi peningkatan penanaman modal tetap bruto (PMTB) atau investasi terutama pada sektor sekunder (manufaktur) dan sektor jasa. 

Peningkatan ini didorong oleh terus berkembangnya industri hilir turunan komoditas tambang seperti nikel yang digalakkan oleh pemerintah.

Sementara itu, investasi di sektor jasa berkembang sejalan dengan semakin terkendali pandemic Covid-19 dan peningkatan mobilitas masyarakat. Permintaan domestik yang masih kuat akan memberikan optimisme investor untuk terus berinvestasi di Indonesia.

Pemerintah memperhatikan investasi tersebut sebagai upaya mempertahankan kinerja perekonomian di tahun depan.

"Tentu bersamaan dengan itu menjaga daya beli masyarakat dan memanfaatkan ruang fiskal yang sebenarnya relatif ketat akan menjadi dua faktor utama lain yang mendorong ataupun penting dalam upaya mempertahankan kinerja ekonomi di tahun depan," ucap Yusuf Rendy. (ant/moc)