Alasan Ekonom Minta Bank Indonesia Tidak Agresif Tempuh Kebijakan Moneter

“Kami memandang BI perlu untuk mengurangi agresivitas kebijakan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke 5,50 persen di bulan ini,” katanya pada Rabu (21/12/2022).
“Kami memandang BI perlu untuk mengurangi agresivitas kebijakan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke 5,50 persen di bulan ini,” katanya pada Rabu (21/12/2022).

Gemapos.ID (Jakarta) - Ekonom Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky berharap Bank Indonesia (BI) mengurangi agresivitas kebijakan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke level 5,50% pada pertemuan Desember 2022. 

“Kami memandang BI perlu untuk mengurangi agresivitas kebijakan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke 5,50 persen di bulan ini,” katanya pada Rabu (21/12/2022). 

Kebijakan ini didasarkan inflasi telah mencapai puncaknya dan mengarah pada tren penurunan pada akhir 2022.

“Walaupun angka inflasi keseluruhan tahun 2022 relatif di atas target BI sebesar 4%, inflasi domestik nampaknya tidak akan mencapai level 6 persen seperti yang dikhawatirkan sebelumnya,” ujarnya.

Sejumlah arus modal masuk juga mulai masuk kembali ke Indonesia didorong relaksasi pengetatan kebijakan moneter oleh bank sentral negara maju. Kondisi ini mengurangi tekanan terhadap mata uang rupiah.

“Sejak pertengahan November lalu, arus modal masuk neto ke Indonesia mencapai 2,12 miliar dolar AS dan rupiah sempat menguat ke level di bawah Rp15.500 di awal Desember,” ucapnya. 

Arus modal masuk ke Indonesia juga telah mendorong penurunan imbal hasil surat utang pemerintah Indonesia tenor 10 tahun dan 1 tahun.

Hal ini berlangsung dari 7,17% pada pekan terakhir November ke 7,02% pada pertengahan Desember, dan dari 5,94% ke 5,49% pada periode yang sama.

“Penurunan imbal hasil yang lebih tajam di surat utang jangka pendek pemerintah Indonesia dibandingkan tenor jangka panjangnya memperlebar spread yang mengindikasikan peningkatan kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi Indonesia,” ucapnya. 

Cadangan devisa meningkat US$3,8 miliar menjadi US$134 miliar pada November 2022 dibandingkan Oktober 2022. Hal ini tertinggi selama enam bulan terakhir 2022 didorong oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penerimaan devisa migas.

Kebijakan moneter yang terlalu ketat tidak sesuai kebutuhan untuk menurunkan inflasi dan menstabilkan nilai tukar rupiah, dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi pada masa depan. 

Walaupun, The Fed memberikan sinyal akan terus menaikkan suku bunga, namun pertemuan FOMC terakhir menandai fase baru dari pengetatan kebijakan suku bunga yang lebih tidak agresif.

Apalagi, Bank of England dan Bank Sentral Eropa (ECB) juga merelaksasi kenaikan suku bunganya dari 0,75% ke 0,50% pada pertemuan terakhirnya, (ant/moc)