Otoritas Moneter Bisa Apa Hadapi Resesi Global, Ini Kata OJK

"Tahun depan tantangan ekonomi makro ada dua. Apakah menghadapi inflasi, sehingga harus meningkatkan tingkat suku bunga sehingga inflasi turun, atau menghadapi resesi yaitu menurunkan tingkat suku bunga sehingga ekonomi bergerak,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar di Jakarta pada Senin (19/12/2022).
"Tahun depan tantangan ekonomi makro ada dua. Apakah menghadapi inflasi, sehingga harus meningkatkan tingkat suku bunga sehingga inflasi turun, atau menghadapi resesi yaitu menurunkan tingkat suku bunga sehingga ekonomi bergerak,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar di Jakarta pada Senin (19/12/2022).

Gemapos.ID (Jakarta) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai tingkat inflasi dsn risiko resesi akan dihadapi semua negara secara bersamaan pada 2023. 

“Tahun depan tantangan ekonomi makro ada dua. Apakah menghadapi inflasi, sehingga harus meningkatkan tingkat suku bunga sehingga inflasi turun, atllau menghadapi resesi yaitu menurunkan tingkat suku bunga sehingga ekonomi bergerak,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar di Jakarta pada Senin (19/12/2022).

Kondisi ini tidak bisa dihadapi oleh otoritas moneter lantaran hanya bertugas mengendalikan tingkat inflasi, bukan menanggulangi pelemahan ekonomi.

"Kalau dia menggunakan obat penanggulangan inflasi. Maka dampak kepada pertumbuhan ekonomi di luar kompetensinya, bukan di situ tugas BI (Bank Indonesia) atau bank sentral lainnya dimanapun seluruh dunia, tapi di penanggulangan stabilitas harga,” ujarnya.

Dengan demikian, jika harga melambung tinggi yang diiringi dengan perekonomian yang melemah, maka pemerintah harus turun tangan mengatasi hal tersebut dengan mendorong pertumbuhan.

"Tahun depan dua hal itu terjadi sekaligus. Inflasinya tinggi, resesinya berat. Jadi mau naikkan tingkat bunga, makin resesi. Tidak naikkan tingkat bunga, inflasinya naik terus," ujarnya. 

Hal lain yang dihadapi negara-negara adalah konflik geopolitik yang diperkirakan para analis belum akan selesai selama 10 tahun ke depan.

Jadi, ini akan memengaruhi logistik dan rantai pasok di tingkat global.

Namun, para analis dan lembaga multilateral memperkirakan ekonomi Indonesia dan kawasan Asia Tenggara akan tumbuh sekitar 5% year on year (yoy) pada 2023.

“Bagaimana ini kok bisa? Jawabannya adalah karena kita memiliki pasar dalam negeri dan pasar kawasan yang besar. Pasar dalam negeri ini yang harus dioptimalkan aspek konsumsinya, aspek investasinya, aspek belanja pemerintahnya,” ucap Mahendra Siregar.

Indonesia harus menstimulasi sumber pertumbuhan- pertumbuhan baru di daerah, sebagai bekal untuk menghadapi ketidakpastian perekonomian global pada tahun- tahun mendatang.

“Kita harus menstimulir pertumbuhan -pertumbuhan ekonomi baru, di daerah-daerah baru, di kawasan yang selama belum terjangkau baik,” tuturnya. (ant/mau)