Jalan Tengah Pengamat Energi atas Rencana Kenaikan Harga BBM Bersubsidi

Pengamat energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tidak tepat pada 2022.
Pengamat energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tidak tepat pada 2022.

Gemapos.ID (Jakarta) - Pengamat energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tidak tepat pada 2022. Karena, ini akan berakibat peningkatan inflasi semakin tidak terkendali pada waktu yang sama.

"Kenaikan harga pertalite dan solar yang proporsi jumlah konsumennya di atas 70 persen sudah pasti akan menyulut Inflasi," katanya pada Minggu (21/8/2022). 

Apabila harga pertalite dinaikkan sebesar Rp10.000 per liter, maka inflasi diperkirakan sebesar 0,97%. Jadi, inflasi tahunan bisa mencapai 6,2%. 

Dengan demikian konsumsi masyarakat akan turun berujung penurunan pertumbuhan ekonomi dari 5,4%.

"Agar momentum pencapaian ekonomi itu tidak terganggu. Pemerintah sebaiknya jangan menaikkan harga pertalite dan solar pada tahun ini," ujar Fahmy Radhi. 

Walaupun demikian, jika BBM bersubsidi tidak dinaikan pemerintah, maka subsidi energi di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) akan mencapai Rp502,4 triliun sampai Rp600 triliun. 

Dengan begitu pemerintah bisa melakukan pembatasan BBM bersubsidi yang sekitar 60% tidak tepat sasaran. Selama ini penggunaan MyPertamina dinilai tidak efektif membatasi BBM bersubsidi supaya tepat sasaran.

Bahkan, ini menimbulkan ketidakadilan dengan penetapan kriteria mobil 1.500 CC ke bawah yang berhak menggunakan BBM subsidi. Pembatasan BBM bersubsidi bisa efektif dengan pemberian ini hanya untuk kendaraan roda dua dan angkutan umum. 

Dengan demikian, kendaraan lainnya harus menggunakan pertamax ke atas.

"Pembatasan itu, selain efektif juga lebih mudah diterapkan di semua SPBU," ucap dia.

Sepeda motor dan kendaraan umum bisa menggunakan BBM subsidi dengan ketentuan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 191 tahun 2014. 

"Ketimbang hanya melontarkan wacana kenaikan harga BBM subsidi, pemerintah akan lebih baik segera mengambil keputusan dalam tempo sesingkatnya terkait solusi yang diyakini pemerintah paling tepat tanpa menimbulkan masalah baru," ujarnya. (ant/mau)