Sama-sama Kaget

Ilustrasi, Sama-sama Kaget
Ilustrasi, Sama-sama Kaget

Sebagian kalangan kaget. Saya pun kaget. Presien RI Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk lagi-lagi mereshuffle Menteri dan mengambil dari partai politik.

Dua Menteri, satu Wakil Menteri dan dua tambahan Wakil Menteri diangkat dan dilantik oleh Presiden Jokowi 15 Juni 2022 lalu.

Zulkifli Hasan: Menteri Perdagangan, menggantikan Muhammad Lufti; Hadi Tjahjanto: Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, menggantikan Sofyan Djalil.

Di deretan Wamen ada Raja Juli Antoni: Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional, menggantikan Surya Tjandra; John Wempi Wetipo: Wakil Menteri Dalam Negeri; dan Afriansyah Noor: Wakil Menteri Ketenagakerjaan.

Reshuffle sudah menjadi hal lumrah dalam pemerintahan. Itu juga menjadi hak prerogratif Presiden. Tidak ada yang bisa membantah ketika Presiden ingin mengganti para pembantunya.

Sesuai pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945. Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Selama masa jabatannya, Jokowi sudah merombak 7 (tujuh) kali kabinetnya. Mungkin mencari formula yang cocok untuk memenuhi hasrat dan target kerja sang Presiden.

Tapi yang jadi banyak sorotan oleh berbagai kalangan adalah munculnya lagi ketua umum partai dalam perombakan itu. Ini yang membuat ‘sedikit’ tercengang.

Bagaimana tidak, masuknya Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (Zulhas) dalam Kabinet Indonesia Maju sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) mempertegas lagi posisi politik bagi-bagi kursi Jokowi untuk partai politik.

Ini jelas kontras dengan pernyataannya di awal. Memberikan porsi proporsional dalam susunan kabinet dari kalangan ahli dan professional.    

Masuknya Zulhas menambah sederet nama ketua umum parpol rangkap jabatan Menteri. Sebelumnya sudah ada Prabowo Subianto, Suharso Monoarfa dan Airlangga Hartarto.

Untuk itu, pilihan reshuffle Jokowi kali ini menuai banyak kritik dari berbagai pengamat. Meskipun Sekretaris Negara Pratikno menyebut pergantian perlu dilakukan untuk menghadapi tantangan global. 

Mengutip, dari Meriam webster juga, reshuffle umumnya untuk menyebut kegiatan reorganisasi yang dilakukan suatu kepengurusan atau struktur untuk mengoptimalkan kembali perannya.

Tapi, apa mau dikata, masyarakat sudah keburu tahu pilihan Jokowi ini terkesan untuk bagi-bagi jabatan kepada partai-parti yang baik, menurutnya. Belum lagi fakta tiga Wamen yang dari PSI, PBB dan PDIP.

Sebagian pengamat juga menyebut posisi Menteri bagi Zulhas merupakan ‘upah’ baginya yang sempat getol mewacanakan soal perpanjangan jabatan presiden. Ya, itung-itung juga menjadi tutup sumbu dalam isu gejolak minyak goreng.

Mendag sebelumnya, Lutfi dinilai sudah tidak mampu menjaga citra Jokowi di depan publik. Ketidak mampuan Lutfi menyelesaikan kasus minyak goreng juga berhadapan langsung dengan ‘mafia’ sudah berbuah.

Ini menjadi taktik dalam meredam dan memberi harapan bagi masyarakat untuk tenang menikmati harga minyak goreng yang tak kunjung turun. Menjaga citra dua tahun lagi Jokowi.

Mudah-mudahan, Jokowi memilih pembantu yang tepat untuk berhadapan dengan mafia minyak goreng. 

Atau mungkin ini juga jadi ‘jebakan batman’ untuk Zulhas, Suharso dan Airlangga yang kemarin sudah merilis Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) untuk Pemilu 2024. Siapa yang tau.

Menteri Kaget

Saya tidak tau harus bersikap seperti apa. Tentang ekspresi Zulhas yang langsung kaget saat dia (katanya) sidak ke pasar untuk cek harga kebutuhan pokok dan khususnya minyak goreng.

Zulkifli Hasan, adalah seorang politisi kawakan asal Lampung mungkin memang dia tidak pernah ke pasar. Makanya kaget dengan harga bahan pokok di pasaran yang mahal. 

Baru saja dilantik jadi Menteri Perdagangan, dia langsung turun ke pasar. Gak tau beneran kaget atau hanya pura-pura saja. Tapi kagetnya sang Menteri menunjukkan dia tidak paham lapangan.

Atau mungkin dia ingin menegaskan ke publik kalau kerjaan Menteri sebelumnya amburadul karena tidak berhasil menyediakan bahan pokok murah bagi masyarakat. Sehingga nanti di masanya ada pembanding kerja.

Tapi, ungkapan sang mantan Menteri Kehutanan era presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) yang kaget dengan fenomena yang menjadi bidang kerjanya sekarang ini malah jadi blunder. 

Presiden menjadikan dia Menteri untuk menyelesaikan masalah di perdagangan. Tapi dia justru gak tau masalahnya. Ya mungkin nanti setelah selesai ke pasar-pasar baru dia paham. 

Tapi lagi-lagi akhirnya masyarakat menilai, pengangkatan Zulhas sebagai Mendag kali ini bukan karena berdasarkan kemampuan dan kecakapannya dalam soal dagang-berdagang.

Bukan juga dia paham dan mengerti persoalan yang sedang di hadapi masyarakat dengan harga kebutuhan pokoknya. Tapi ya, hanya sekedar untuk kepentingan politik saja.  

Seperti kata politikus beken dari Amerika sekaligus pencetus teori komunikasi, Harold Lasswells, dalam bukunya Politics: Who Gets What, When, How (1936). 

Secara sederhana Lasswells ingin menyampaikan, politik adalah pergulatan persoalan ‘siapa memperoleh apa, kapan dan bagaimana’. Itu mengandung pesan bahwa politik tidak lepas dari tawar menawar yang sifatnya pragmatis. 

Meski pesimis, tapi harapan selalu ada. Dengan pengalamannya sebagai pengusaha, Zulhas sebagai Mendag baru bisa menyelesaikan persoalan. Tapi mungkin harus masih menunggu dia paham masalah dulu. Baru kemudian menyusun kebijakan yang tepat.

Kebijakan yang betul-betul untuk mengentaskan persoalan rakyat dengan berbagai harga kebutuhan pokok mahal. Tidak mencla-mencle dan teken-cabut seperti sebelumnya.

Jadi, meski saya dan Zulhas sama-sama kaget, tidak masalah. Yang penting kebutuhan pokok bisa murah, juga persoalan minyak goreng yang masih meresahkan bisa teratasi. Semoga.