Draf Omnibus Law Dinilai Berbenturan

gedung DPR
gedung DPR
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Nur Sholikin menilai, draf omnibus law RUU Cipta Kerja yang disusun oleh pemerintah berbenturan dengan kondisi Indonesia yang mengalami hiper-regulation. Pasalnya, draf tersebut terdiri dari 493 Peraturan Pemerintah, 19 Peraturan Presiden, dan 4 Peraturan Daerah. “Hal ini menunjukkan pembuat undang-undang tidak sensitive terhadap kondisi regulasi Indonesia,” katanya pada Jumat (14/2/2020). Dengan begitu tujuan omnibus law guna membenahi aturan tidak tercapai, malaha ini menambah beban penyusunan regulasi. Bahkan, langkah ini menjadi kontraproduktif dalam menyederhanakan peraturan perundang-undangan. “Saya mendorong pembuat regulasi memastikan omnibus law RUU Cipta Kerja tak menambah tumpang tindih regulasi,” tegasnya. Apalagi, penyusunan peraturan RUU Cipta menunjukkan dominasi eksekutif, sehingga ini semakin menjauhkan proses pembahasan dari publik. Bahkan, penyusunan dan pembahasan regulasi di lingkup eksekutif berlangsung dalam ruang yang lebih tertutup. “Perlu diwaspadai pendekatan omnibus hanyalah merupakan pintu masuk bagi pemerintah dan kelompok kepentingan tertentu untuk mengatur berbagai substansi RUU Cipta Kerja melalui proses pembahasan yang jauh dari jangkauan publik," tuturnya. Sholikin meneruskan penyusunan draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja tidak memenuhi prinsip keterbukaan pembentukan peraturan perundang-undangan. Sebab, hingga draf tersebut diserahkan pemerintah ke DPR, tidak dimuat dalam laman resmi pemerintah atau DPR. "Hal tersebut melanggar salah satu prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu asas keterbukaan," tukasnya. Begitupula Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 Pasal 170 mengharuskan pemerintah dan DPR menyebarluaskan RUU sejak tahap penyusunan. Hal ini berakibat ruang partisipasi publik tertutup. "Padahal, partisipasi masyarakat merupakan hak yang dijamin dalam Pasal 96 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011," ujar Sholikin. Proses penyusunan draf RUU Cipta Kerja memiliki tingkat kompleksitas tinggi dan rentang substansi yang beragam, sehingga pemerintah harus melibatkan publik. (mam)