Pemerintah Harus Respon Demo Omnibus Law

Pingkan Audrine
Pingkan Audrine
Gemapos.ID (Jakarta) - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) meminta pemerintah merespon tuntutan masyarakat tentang transparansi dan komunikasi Omnibus Law UU Cipta Kerja. Apabila ini tidak dipenuhi akan terjadi terus aksi demonstrasi oleh masyarakat. "Stabilitas sosial menjadi faktor yang mempengaruhi kondisi perekonomian, utamanya sentimen pasar dan aktivitas ekonomi," kata Peneliti CIPS Pingkan Audrine di Jakarta pada Kamis (15/10/2020). Omnibus Law UU Cipta Kerja memancing pro dan kontra di kalangan masyarakat akibat dua hal  yaitu bentuk dukungan kepada UMKM dan reformasi regulasi. UU Cipta Kerja diharapkan memberikan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan terhadap koperasi dan UMKM. Selain itu pemerintah telah mengalokasikan anggaran, namun menemui kendala dalam proses birokrasi yang panjang "Reformasi struktural diperlukan seperti dalam Bagian Ketiga mengenai Kriteria UMKM yang mengubah ketentuan pada UU Nomor 20/2008 tentang UMKM," jelasnya. Reformasi struktural mengacu kepada UU Cipta Kerja Pasal 87 yang mengubah Pasal 12 dari UU Nomor 20/2008 tentang UMKM dengan memperjelas Perizinan Berusaha. Begitupula Pasal 21 dengan memperjelas subyek pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta menghilangkan kata “dapat” yang membuat posisi pemerintah. "Pemerintah memiliki kewajiban untuk menyediakan pembiayaan bagi UMKM," paparnya.

Persyaratan dan tata cara Perizinan Berusaha akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Namun  ada pasal terkait usaha mikro dan kecil yang rancu atau multi-tafsir, misalnya saja Pasal 87 UU Cipta Kerja menyebutkan Biaya Perizinan Berusaha bagi usaha mikro akan dibebaskan. Namun, usaha kecil akan diringankan besar biayanya. "Padahal, Pasal 92 menyebutkan usaha mikro dan kecil yang mengajukan Perizinan Berusaha dapat diberikan insentif berupa tidak dikenakan biaya atau diberikan keringanan biaya," tuturnya. Penggunaan kata dapat atau dalam kaidah hukum disebut mogen (kebolehan) yang mengindikasikan tidak ada larangan dan kewajiban di dalamnya. Hal itu nerbeda dengan Pasal 87 yang mengindikasikan kondisi pasti pembebasan dan pengurangan biaya perizinan. "Pasal multitafsir berpotensi pada kecenderungan para pelaku usaha untuk menghindari proses memperoleh izin walaupun telah dipermudah dalam satu platform Online Single Submission (OSS)," ucapnya. Studi dari IFC (2016) menyebutkan penyebab usaha kecil dan menengah tidak mendaftarkan usaha akibat proses perizinan yang rumit. Jadi, mereka melihat tidak bermanfaat perizinan dari biaya perizinan yang terlalu mahal. (mam)  ".