Impian Integrasi Transportasi

Djoko Setijowarno
Djoko Setijowarno
Integrasi transportasi bertujuan memudahkan pengguna jasa transportasi umum untuk beralih moda. Terutama sesama moda transportasi umum. Disamping itu untuk menaikkan pengguna transportasi umum. Ada peralihan dari kebiasaan menggunakan kendaran pribadi akan beralih ke transportasi umum. Dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek, target 40% pada 2019, 50% pada 2024 dan 60% pada 2029. Tahun 2011 dan 2018, ITDP (Institute for Transportation and Development Policy) Indonesia melakukan survei VFO (Visual Frequency and Occupancy) untuk mengobservasi volume angkutan umum di Jakarta. Ditemukan terjadi penurunan penumpang angkutan umum hingga mencapai 30%. Parahnya lagi di survei lain yang juga dijalankan ITDP ditemukan angka yang siginifikan di mana 58% pengguna ojek onine ternyata adalah pengguna angkutan umum.   Data ini menegaskan, penumpang angkutan umum cenderung memilih ojek online sebagai moda transportasi andalan yang sangat berpengaruh pada berkurangnya jumlah pengguna angkutan umum di Jakarta. Kebijakan integrasi transportasi umum perkotan sudah lama didengungkan, namun belum bisa terwujud sempurna hingga sekarang. Sementara itu jika bercermin di banyak negara yang sudah mengoperasikan transportasi umum sebagai tulang punggung (backbone) transportasi, sudah menjadi hal lumrah bagi warganya.\ Setidaknya ada tiga integrasi yang harus dilakukan, yaitu integrasi fisik, integrasi jadwal dan integrasi pembayaran. Integrasi fisik, yang memungkinkan penumpang berpindah intra dan/atau antar moda transportasi lainnya secara mudah. Integrasi jadwal, berupa kesesuaian jadwal kedatangan dan keberangkatan angkutan umum yang terinformasi dengan baik, serta memungkinkan berkurangnya waktu tunggu penumpang pada saat berpindah intra dan/atau antar moda transportasi. Integrasi pembayaran, yaitu pembayaran dengan menggunakan kartu pintar (smartcard), yang memungkinkan satu kartu untuk beberapa jenis layanan. Integrasi fisik dan integrasi jadwal sudah diselenggarakan. Pengguna transportasi umum di Jakarta bisa mengetahui kapan kereta dan bus akan tiba di stasiun atau halte. Sementara integrasi pembayaran hingga kini belum dapat dilakukan. Harapan publik, ke depan sudah terjadi integrasi pembayaran. Publik tidak perlu lagi membayar setiap berganti moda transportasi umum. Demikian pula, ketika melewati trotoar yang menghubungkan antar moda transportasi umum tidak ada lagi hadangan PKL dan parkir sepeda motor. Aktivitas PKL dan parkir sepeda motor harus dicarikan tempat yang tidak menganggu aktivitas pejalan kaki. Sebagai gambaran, tahun 2013 pendapatan terendah pekerja di Kota Paris 1.600 Euro. Jika masyarakat mau berlangganan menggunakan transportasi umum, cukup membayar 108 Euro untuk sebulan. Jika ada turis atau pelancong menggunakan transportasi umum hanya membayar 6 Euro sehari atau 26 Euro untuk seminggu. Artinya, ongkos yang dikeluarkan warga sekitar 3 persen dari penghasilan tetap bulanannya. Coba bandingkan dengan warga Jabodetabek yang dalam kesehariannya menggunakan transportasi umum. Apabila menggunakan KRL Jabodetabek relatiof murah. Namun ongkos perjalanan dari tempat tinggal menuju stasiun kemudian dari stasiun tujuan menuju tempat bekerja dapat lebih mahal. Jika membawa kendarana pribadi harus membayar parkri di stasiun. Total ongkos yang dikeluarkan untuk bertransportasi bisa mencapai rata-rata di atas Rp 30 ribu. Hasil penelitian Badan Litbang Perhubungan tahun 2013, menyebutkan pengguna KRL Jabodetabek mengeluarkan 32 persen dari pendapatan tetap bulanan untuk belanja transportasi rutin. Konon, Bank Dunia (World Bank) mensyaratkan maksimal 10 persen dari pendapatan tetap bulanan dibelanjakan untuk bertransportasi rutin. Beberapa kota di duia yang transportasi umumnya sudah bagus, belanja transportasi masyarakatnya sudah tidak lebih dari 10%. Karena ongkos belanja transportasi tinggi, makanya di negara kita setiap rapat atau pertemuan ada istilah menyediakan uang transportasi bagi peserta yang hadir. Hal seperti itu tidak pernah terjadi di negara yang layanan transportasi umumnya bagus. Prosentasi masyarakat yang menggunakan transportasi umum sudah lebih dari 50% Sekarang sudah terbetuk perusahaan patungan antara PT Kereta Api Indoneisa dengan PT MRT Jakarta, yakni PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (MIJT). Targetnya melakukan integrasi antar moda, mengembangkan kawasan transit oriented development (TOD) dan penataan simpul transportasi (72 stasiun). Langkah awal adalah menata empat stasiun, yaitu Stasiun Pasar Senen, Stasiun Tanahabang, Stasiun Juanda dan Stasiun Sudirman. Yang dinanti adalah integrasi di Stasiun Manggarai. Stasiun Manggarai targetnya akhir 2021 sudah selesai proses penataan dan pembangunan. Secara konstruksi layanan di dalam area stasiun dapat dikatakan sudah bisa disiapkan. Namun yang menjadi perhatian penting adalah penataan lingkungan di luar Stasiun Manggarai. Relokasi dan negosiasi bukan hal yang mudah tetap harus dilakukan. Dengan kondisi sekarang jika tidak dilakukan penataan di luar Stasiun Manggarai, keberadaan Stasiun Manggarai yang moderen tidak berarti apa-apa. Lahan parkir, akses jaringan dan kapasitas jalan harus ditambah dn ditata. Setidaknya luas lahan parkir seluas Stasiun Gambir sekarang. Sebab, semua kereta yang berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan DI Yogyakarta akan berhenti di Stasiun Manggarai. Belum lagi ditambah dengan aktivitas KRL Jabodetabek. Integrasi adalah satu-satunya cara untuk mencapai standar pelayanan dan operasional maksimal untuk memberikan dampak yang besar dan menyeluruh. Ketepatan waktu dan kemudahan dalam berpindah (mobilitas) akan selalu menjadi alasan utama pemilihan moda transportasi untuk menunjang mobilitas warga kota. Tanpa integrasi, jangan harap memiliki kota dengan sistem transportasi yang manusiawi dan efisien bagi penduduknya (ITDP Indonesia, 2018). (Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat)