Biden Ancam Israel Jika Invasi Rafah: Kami Stop Pasokan Senjata

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden. (gemapos/antara)
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden. (gemapos/antara)

Gemapos.ID (Jakarta) - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyampaikan ancamannya jika Israel melakukan serangan besar terhadap Rafah, kota paling selatan di Jalur Gaza yang menjadi tempat perlindungan bagi lebih dari satu juta pengungsi Palestina. Biden menyebut akan menghentikan pasokan senjata ke Israel jika invasi tetap dilakukan.

Ancaman itu menjadi peringatan paling langsung yang disampaikan Biden kepada Israel sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu.

Seperti dilansir AFP dan Reuters, Kamis (9/5/2024), peringatan terbaru ini dilontarkan Biden setelah AS sejak pekan lalu menangguhkan pengiriman bom berat untuk Israel, sekutunya, di tengah kekhawatiran rencana invasi darat secara besar-besaran oleh Tel Aviv terhadap Rafah, yang terletak dekat perbatasan Mesir.

"Saya telah memperjelas, jika mereka (militer Israel-red) masuk ke Rafah, saya tidak akan memasok persenjataan yang telah digunakan secara historis untuk menghadapi Rafah, untuk menghadapi kota-kota itu, yang berurusan dengan masalah itu," ucap Biden dalam pernyataannya pada Rabu (8/5) waktu setempat.

"Kami tidak akan memasok senjata dan peluru artileri yang telah digunakan," tegasnya.

Komentar Biden itu menjadi peringatan publik pertamanya menyangkut ancaman pengiriman senjata kepada Israel, sejak perang berkecamuk tahun lalu. Itu juga menjadi pernyataan publik Biden yang menggunakan bahasa paling keras terhadap Tel Aviv, dalam upaya mencegah invasi darat besar-besaran di Rafah.

Di sisi lain, peringatan dari Biden itu juga menggarisbawahi keretakan yang semakin besar antara AS dan Israel, sekutu terkuatnya di Timur Tengah.

Biden yang menyebut dirinya seorang Zionis, telah sejak lama menolak untuk menghentikan pasokan senjata apa pun terhadap Israel, yang nilainya mencapai US$ 3 miliar setiap tahunnya. Dia sebelumnya bahkan mendorong Kongres AS untuk meningkatkan bantuan militer untuk Tel Aviv usai serangan Hamas tahun lalu.
Namun, menurut para pejabat AS yang enggan disebut namanya, Biden terpaksa mengambil langkah-langkah bertentangan dengan pendiriannya setelah Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menegaskan akan melanjutkan serangan terhadap Rafah dan mengabaikan seruan publik dari Biden.

Netanyahu telah bersumpah untuk melancarkan serangan darat terhadap Rafah, sebagai bagian dari operasi militer untuk melenyapkan Hamas setelah kelompok militan yang menguasai Jalur Gaza untuk menyerang secara mengejutkan pada 7 Oktober tahun lalu.

Tel Aviv telah menentang keberatan Washington dan dunia internasional, dengan mengirimkan tank-tank militer ke Rafah untuk merebut area perlintasan perbatasan utama dengan Mesir pada Selasa (7/5) pagi.

Ketika ditanya soal kehadiran tank Israel di Rafah, Biden menyatakan: "Mereka belum mendatangi pusat-pusat populasi."

"Apa yang mereka lakukan adalah tepat di perbatasan dan menyebabkan masalah, saat ini, dengan Mesir, dan saya telah bekerja sangat keras untuk memastikan kita mendapatkan hubungan dan bantuan," ucap Biden saat berbicara kepada CNN.

Dalam pernyataannya, Biden berjanji bahwa AS akan "terus memastikan keamanan Israel dalam hal Iron Dome dan kemampuan mereka merespons serangan".

Namun, Biden juga menegaskan bahwa dirinya telah "memperjelas kepada Bibi (nama panggilan Netanyahu) dan kabinet perangnya, bahwa mereka tidak akan mendapatkan dukungan kami jika mereka benar-benar mendatangi pusat-pusat populasi" di Rafah.

Lebih lanjut, Biden mungkin khawatir akan mengesampingkan para pemilih berhaluan tengah di AS jika dia bertindak terlalu jauh. Sementara Netanyahu menyadari dirinya membutuhkan dukungan AS pada saat kemarahan global semakin meningkat terhadap Israel.

"Kami tidak akan meninggalkan keamanan Israel. Kami menjauhi kemampuan Israel untuk mengobarkan perang di area-area tersebut," jelas Biden dalam wawancara dengan CNN. (ns)