Pemda Dinilai Gagal Kelola Sampah

luhut binsar panjaitan-menko marev-gemapos
luhut binsar panjaitan-menko marev-gemapos
Gemapos.ID (Jakarta) Sebagian pihak menilai pemerintah perlu membentuk badan nasional penanggulangan bencana sampah. Sebab, Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah belum berjalan efektif. Gideon W Ketaren, CEO PT Mountrash Avatar Indonesia menyatakan Pasal 44 UU No 18/2008 menyebutkan pemerintah daerah (pemda) harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama satu tahun sejak beleid itu berlaku. Pemda juga harus menutup tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama lima tahun sejak UU itu berlaku. "Pemda sudah gagal dalam melaksanakan UU No 18 Tahun 2008 Pasal 44. Pemda harus menghentikan kegiatan open landfill dalam lima tahun setelah diundangkannya UU tersebut. Sekarang sudah 12 tahun berlalu tidak satupun TPA open landfill yang ditutup," katanya pada Selasa (21/7/2020). Bahkan, pemda terus memperluas arealnya dan ditingkatkan terus anggarannya. "Ini jelas-jelas melanggar konstitusi kita," ujarnya. Persoalan sampah tidak hanya menyangkut satu wilayah, tetapi sudah menjadi permasalahan transnasional, sehingga perlu strategi tepat dalam penanggulangannya. “Kita tidak bisa menyelesaikan persoalan sampah ini hanya dari sisi regulasi saja, harus terstruktur, sistematis dan masif,” jelasnya. Pemda berjuang sendiri-sendiri dan terkendala  anggaran, sumber daya manusia, dan teknologi. Selain itu terlalu banyak birokrasi yang terlibat dalam persoalan sampah ini. Sementara itu Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Investasi (Marev) Luhut Binsar Pandjaitan meresmikan tempat pengolahan sampah menjadi bahan bakar dengan metode refuse-derived fuel (RDF) di Cilacap, Jawa Tengah pada Selasa (21/7/2020). Metode ini merupakan teknologi pengolahan sampah melalui proses homogenizers menjadi ukuran dan butiran kecil (pellet) yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk sumber energi terbarukan dalam proses pembakaran pengganti batubara. Selain itu, pengolahan dengan metode RDF bisa menghasilkan bahan bakar lainnya seperti bahan bakar minyak jenis solar (diesel). Luhut bercerita Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat concern terhadap pengelolaan sampah. Jokowi sempat kesal karena program waste to energy atau pengolahan sampah menjadi sumber energi belum tuntas. "Kita sudah 12 tahun bicara waste to energy, Presiden kritik terus kami pembantunya rapat terus, tetapi kok tidak jadi-jadi. Sekarang ini jadi barang ini (RDF Cilacap)," tukasnya. Pemerintah akan memperbanyak pabrik pengolahan sampah metode RDF. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dminta ikut mengembangkan teknologi RDF. "Pemerintah menyepakati metode RDF untuk diperluas di tempat lain," ucapnya. Kemenko Marev akan melakukan rapat internal untuk menindaklanjuti pengembangan program ini. Biaya membuat alat RDF berkisarRp70 miliar-Rp80 miliar. Kota dengan jumlah sampah di bawah 200 ton, menurutnya, akan diusahakan memiliki fasilitas RDF.Fasilitas RDF di Cilacap merupakan pertama di Indonesia. Pembangunan ini adalah kerja sama antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kedutaan Besar Denmark-DANIDA, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Cilacap, dan PT Solusi Bangun Indonesia (sebelumnya PT Holcim). Pabrik ini akan dioperasikan Pemerintah Kabupaten Cilacap bekerja sama dengan Solusi Bangun Indonesia. Pabrik ini mengolah 120 ton sampah per hari. Sampah akan diolah menjadi briket sebanyak 30-40 ton untuk bahan bakar Solusi Bangun Indonesia sebagai pengganti batubara. (moc)