Revisi UU Desa Disetujui, Jabatan Kades Jadi 8 Tahun

Ketua Panja RUU Desa sekaligue  Wakil Ketua Baleg DPR RI, Achmad Baidowi atau Awiek. (gemapos/DPR RI)
Ketua Panja RUU Desa sekaligue Wakil Ketua Baleg DPR RI, Achmad Baidowi atau Awiek. (gemapos/DPR RI)

Gemapos.ID (Jakarta) - Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memutuskan untuk menyetujui revisi Undang-Undang (UU) tentang Desa. Rapat pembahasan dan persetujuan tingkat I UU Desa dilaksanakan pada Senin (5/2/2024) malam. Salah satu poin krusial dalam revisi UU itu kini mengatur masa jabatan kepala desa (kades) menjadi 8 tahun maksimal 2 periode.

Ketua Panja RUU Desa, Achmad Baidowi atau Awiek memimpin rapat tersebut. Rapat tersebut juga dihadiri oleh Mendagri Tito Karnavian sebagai perwakilan pemerintah.

"Ya Baleg raker dengan pemerintah menyetujui pembahasan persetujuan tingkat I revisi Undang-Undang Desa. Salah satu poin krusial adalah masa jabatan kepala desa adalah 8 tahun maksimal 2 periode. Saya selaku ketua panja tadi memimpin rapat di Baleg dan diputus, diterima semuanya," kata Awiek yang juga Wakil Ketua Baleg DPR itu kepada wartawan, Selasa (6/2/2024).

Sebelum rapat persetujuan itu digelar, Tito memaparkan terdapat delapan poin DIM dari pemerintah yang berbeda dengan RUU usul inisiatif DPR. Dia menyebutkan poin itu di antaranya soal masa jabatan kepala desa hingga alokasi penganggaran untuk penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa.

"(Soal poin DIM) masalah jabatan karena dari teman-teman yang menghendaki mengusulkan 9 x 2 tahun, yang lama 6 x 3, kami juga pemerintah (mengusulkan) 6 x 3. Tapi teman-teman dari desa mengambil jalan tengah mengusul yang baru 8 × 2, itu kita bicarakan aja nanti dalam DIM. Tapi kan karena namanya pembahasan kan terbuka untuk dia tergantung adu argumentasi nanti kan," papar Tito.

Tito melanjutkan dengan menyampaiakan soal alokasi penganggaran untuk penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa. Mantan Kapolri itu menyebutkan pemerintah mengusulkan agar dana itu ditransfer langsung dari pemerintah pusat ke pemerintah desa tanpa lewat pemerintah daerah. Hal ini merespons aspirasi dari para kepala desa yang mengaku penghasilannya kerap tertahan di tingkat pemerintah daerah.

"Kemudian di antara yang lain adalah masalah dana ya, alokasi dana desa yang diminta terutama untuk penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa itu langsung transfer ke desa, tidak ke bupati. Dari pusat langsung dana desa itu untuk masalah penghasilan tetap," kata Tito.

"Karena mereka mengungkap ada yang terlambat ada yang 3 bulan, 4 bulan terlambat. Bahkan ada beberapa daerah yang dana untuk penghasilan tetap itu alokasi dana desa dipakai untuk kegiatan yang membayar yang lain dulu, membayar proyek segala macam. Ada terjadi di Indonesia bagian timur," sambungnya.

Tito melanjutkan, pihaknya juga menyoroti usulan DPR soal kenaikan 20% kenaikan dana desa.

"Ada yang lain-lain lagi, masalah dana rehabilitasi konservasi hutan kemudian alokasi 20% anggaran alokasi dana desa," ujarnya. (ns)