BANJIR JAKARTA 2020: Akhiri Kebohongan dan Ngeles
Agt-2018: tidak ada perubahan baru terhadap sungai dan waduk di Jakarta. Di bulan ini, Anies Baswedan memotong anggaran penanganan banjir sebesar Rp 242M. Sebulan kemudian, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) mengembalikan SELURUH dana normalisasi ke kas negara, karena Pemprov DKI tidak melaksanakan pembebasan tanah yang seharusnya menjadi sungai. Des-2013: Jokowi berhasil memperoleh pinjaman lunak dari Bank Dunia untuk penanangan banjir. Tepat 5 tahun sebelumnya, pada 2008, Gubernur Fauzi Bowo juga mengajukan pinjaman World Bank untuk penanganan banjir, tapi tidak disetujui. Des-2018: tapi tepat 5 tahun sesudahnya, TIDAK ADA usaha untuk memperoleh dana tambahan bagi penanganan banjir. Tapi Anies Baswedan membuat pernyataan yang bisa dibaca di koran, bahwa pada 2019, normalisasi sungai akan dimulai kembali. Nov-2014: setelah berhasil menyulap waduk Pluit menjadi indah, Pemprov mulai menertibkan bangunan dan melakukan perluasan dan pendalaman waduk yang lain, yaitu Waduk Ria Rio di daerah Pulogadung. Nov-2019: Dinas Sumber Daya Air DKI menyatakan batal membebaskan 118 bidang tanah di bantaran kali. Alasannya, APBD DKI 2019 defisit. Padahal merupakan kewenangan Gubernur DKI Jakarta untuk memutuskan prioritas penggunaan dana APBD. Jan-2015: prestasi Pemprov DKI yang berhasil menurunkan jumlah titik banjir, yang pada 2014 ada ratusan titik banjir, pada 2015 tinggal 80 titik banjir. Di tahun-tahun berikutnya, turun lagi menjadi 62 titik banjir (2016), lalu 20 titik banjir (2017). Jan-2020: prestasi Pemprov DKI yang berhasil menurunkannya lebih jauh menjadi SATU titik banjir segede kota Jakarta. Banjir terjadi serentak di Jakarta, Bogor, dll, tapi SEBELUM kiriman banjir tiba di Jakarta, sudah disebut bahwa banjir karena hujan di Jakarta itu karena KIRIMAN dari Bogor. Penderitaan rakyat yang lemah di Jakarta akibat banjir besar pada awal 2020 ini, merupakan konsekuensi logis dari apa yang telah dilakukan. 2015: Jokowi yang akhirnya menjadi presiden, membuat komitmen untuk bekerja sama dengan Gubernur DKI Jakarta (Ahok) untuk menangani banjir Jakarat secara lebih komprehensif. Sejak itu, setiap permohonan izin dari Gubernur DKI Jakarta untuk "membantu" pekerjaan yang berada dalam kewenangan Kementerian PUPR, berkat pengarahan Jokowi, dengan segera, kadang hanya dalam hitungan hari, disetujui oleh Menteri PUPR. Dimulai juga penanganan di hulu sebelum air masuk Jakarta. 2020: Anies Baswedan menolak kerjasama dengan Kementerian PUPR. Menurutnya, tidak ada gunanya meneruskan normalisasi sungai, yang telah dilakukan Jokowi-Ahok-Djarot dari sejak sungai masuk Jakarta hingga Kampung Pulo, karena masalahnya bukan di Jakarta, melainkan banjir kiriman. Anies Baswedan memutuskan menunggu penyelesaian waduk di luar Jakarta, PADAHAL beliau seharusnya meneruskan kerja normalisasi sungai, setelah Kampung Pulo, yaitu mulai Cipinang Muara, hingga sungai menuju ke laut. MAM Dikutip sesuai aslinya dari media sosial (medsos) Lilis Setyaningsih