PLN Nilai Kolaborasi Antar Sektor Jawaban Hadapi Transisi Energi

Direktur Manajemen Risiko PT PLN (persero) Suroso Isnandar. (gemapos/PLN)
Direktur Manajemen Risiko PT PLN (persero) Suroso Isnandar. (gemapos/PLN)

Gemapos.ID (Jakarta) - Direktur Manajemen Risiko PT PLN (persero) Suroso Isnandar mengungkapkan bahwa transisi energi di Indonesia merupakan tantangan yang kompleks, baik dari sisi teknis, finansial, maupun sosial sehingga kolaborasi antar-sektor dan lembaga menjadi penting untuk menjawabnya.

"Transisi energi merupakan proses yang tidak mudah. Kita membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat," kata Suroso di Jakarta, Jumat (13/10/2023).

Pernyataan Suroso tersebut disampaikan dalam Tripatra Sustainable Engineering Summit 2023, yang bertema "risk and opportunities in building sustainable energy business".

Suroso menjelaskan bahwa tantangan utama transisi energi di Indonesia adalah bagaimana memastikan keamanan pasokan listrik di tengah transisi ke sumber yang lebih ramah lingkungan. Hal ini karena listrik merupakan komoditas yang tidak dapat disimpan.

Untuk itu, PLN telah melakukan beberapa langkah untuk mengatasi tantangan tersebut antara lain menandatangani perjanjian pembelian listrik (PPA) dengan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTGU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).

Demikian diketahui, PLN mengganti PLTU batu bara sebesar 800 MW dengan pembangkit gas hingga membatalkan perjanjian pembelian tenaga listrik atau power purchase agreement (PPA) PLTU batu bara sebesar 1,3 GW.

Kemudian, membangun pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) dan PLTP dengan kapasitas lebih kecil sebagai langkah transisi.

Selain itu, PLN juga mendorong pengembangan teknologi energi terbarukan (EBT) yang dapat diandalkan, seperti solar photovoltaic (PV) dan baterai.

"PLN akan terus berkomitmen untuk mendukung transisi energi di Indonesia. Kita akan bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mengatasi tantangan tersebut dan mencapai target RUPTL," kata Suroso.

Kendati demikian, ia juga menekankan, transisi energi bukan hanya agenda PLN atau Indonesia semata, melainkan tantangan global sehingga perlu kolaborasi dan upaya global dalam mencari solusi bersama.

Ia menjabarkan, beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mendukung transisi energi di Indonesia; Pemerintah perlu memberikan dukungan kebijakan yang jelas dan konsisten untuk pengembangan EBT.

Kemudian, sektor swasta perlu berinvestasi dalam pengembangan EBT, termasuk pada masyarakat yang juga perlu berpartisipasi dalam penggunaan EBT.

Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), modal untuk mengembangkan EBT di Indonesia untuk mencapai target bauran energi 23 persen pada tahun 2025 adalah sebesar 36,95 miliar Dolar AS. Angka tersebut terdiri dari kebutuhan investasi di pembangkit EBT sebesar 1.042 miliar Dolar AS dan transmisi yang mencapai 135 miliar Dolar AS.

"Maka harapannya dengan kerjasama multi-pihak transisi energi di Indonesia dapat berjalan dengan lancar dan mencapai target yang telah ditetapkan," kata dia. (ns)