Program Pembelian Layanan Untuk Angkutan Umum
Selanjutnya muncul pertanyaan “bagaimana penyelenggaraan angkutan umum saat ini agar mampu beradaptasi dengan kebiasaan baru dan memenuhi kesesuaian protokol kesehatan dampak dari adanya pandemi COVID-19?” Bertolak dari uraian di atas bahwa kondisi pengusahaan angkutan umum masih banyak yang berstatus perorangan, maka sudah selayaknya Pemerintah pusat bersama-sama pemerintah daerah melaksanakan restrukturisasi perijinan angkutan umum sekaligus dibarengi dengan penerapan konsep baru berupa pembelian layanan. Konsekuensi dari konsep tersebut memang mengharuskan adanya alokasi anggaran untuk membeli layanan jasa angkutan. Pada dasarnya dana yang dibutuhkan tidak harus bersumber dari anggaran pemerintah, namun sangat memungkinkan melibatkan pihak lain, misalnya perusahaan-perusahaan besar, yang memiliki kemampuan untuk menyisihkan sebagian dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) pada bidang layanan angkutan umum. Selain dari sumber tersebut, anggaran dapat diperoleh juga misalnya dengan penggunaan dana hasil pengelolaan perparkiran, dan sebagainya yang tentunya harus bersifat akuntabel. Mulai tahun 2020, sudah dianggarkan program pembelian layanan untuk lima kota, yaitu Medan (8 koridor), Palembang (8 koridor), Yogyakarta (3 koridor), Solo (6 koridor), dan Denpasar (6 koridor). Untuk tahun ini rata-rata setiap kota mendapat mendapat bantuan operasional sekitar Rp 50 miliar. Tahun ini sudah mulai diluncurkan pada 3 Juni 2020, diawali bus Trans Musi di Palembang. Secara sosial, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat, para operator yang sudah ada dilibatkan. Pasti ada perubahan manajemen. Dari semula sistem setoran beralih mendapatkan gaji bulanan. Target penumpang tidak perlu ada lagi, yang harus dipatuhi adalah taat pelayanan sesuai standar pelayanan minimal (SPM) dan standar operasional prosedur (SOP). Penyediaan halte, park and ride, angkutan feeder (penyambung) dapat disediakan oleh pemda. Pemda dapat bekerjasama dengan swasta untuk pengadaan halte. Menerapkan sistem pembayaran tap cash setiap naik bus harus disosialisasikan. Apalagi ditambah dengan instrumen kamera yang dapat memantau suhu tubuh setiap pintu masuk bus sangat membantu penumpang. Pemantauan kamera tersebut terekam dan dapat dimonitor layar TV yang terletak di dash board pengemudi. Bus beroperasi sesuai jadwal kisaran 10-15 menit. Bus berhenti di halte yang sudah ditentukan. Proses adaptasi menggunakan transportasi umum harus menjadi perhatian regulator dan operator. Supaya timbul kepercayaan pada masyarakat, bahwa sarana transportasi umum yang digunakan tidak hanya aman, nyaman dan selamat saja. Namun sarana transportasi umum itu harus juga higienis, yakni sehat dan bersih. Bertransportasi umum yang higienis (sehat dan bersih) adalah pilihan tepat bermobilitas di masa pandemi Covid-19. Di masa pandemi Covid-19, ada kecenderungan memakai kendaraan pribadi meningkat. Keberlanjutan angkutan umum akan terancam, sehingga pemerintah harus intervensi. Selain intervensi pada penyelenggaraan angkutan umum, pemerintah juga harus secara cepat mengakomodir pesepeda dengan langkah-langkah yang tepat guna agar berhasil guna (efektif dan efisien). Felix Iryantomo, Peneliti Senior Institut Studi Transportasi (INSTRAN) & Djoko Setijowarno, akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat