Pakar: Penentuan cawapres Bukan Hanya Sekadar Nama

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kedua kanan) bersama Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kedua kiri), Ketua Umum Partai Amanat Rakyat (PAN) Zulkifli Hasan (kiri), Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (kanan) berjabat tangan saat deklarasi dukungan di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, Minggu (13/8/2023). (foto:gemapos/antara)
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kedua kanan) bersama Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kedua kiri), Ketua Umum Partai Amanat Rakyat (PAN) Zulkifli Hasan (kiri), Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (kanan) berjabat tangan saat deklarasi dukungan di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, Minggu (13/8/2023). (foto:gemapos/antara)


Gemapos.ID (Jakarta) - Pakar Politik dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat (Sumbar) Prof Asrinaldi menjelaskan dinamika yang terjadi dalam penentuan nama-nama calon wakil presiden (cawapres) yang akan maju di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 bukan sekadar persoalan menentukan nama orang, karena partai dalam satu koalisi sama-sama mempunyai hak.

"Ini bukan hanya menentukan nama tapi banyak pertimbangan dalam menentukan nama cawapres yang akan diusung," kata pakar politik dari Unand Prof Asrinaldi di Padang, Senin (14/8/2023).

Ia menjelaskan terdapat beberapa faktor sebelum masing-masing koalisi partai menetapkan nama cawapres yang akan diusung. Pertama, calon yang diusung harus mendapat dukungan penuh dari setiap partai yang tergabung dalam suatu koalisi.

PDIP agak berbeda halnya dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang dihuni Gerindra, PKB, Golkar, PAN, dan PBB, maupun Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang berisikan NasDem, Demokrat dan PKS, karena PDI-P dinilai memiliki kekuatan politik yang berbeda dari dua koalisi lainnya.

Alasannya, ujar Asrinaldi, hanya PDIP-P partai politik yang bisa mengusung calon presiden dan wakil presiden tanpa harus berkoalisi, sehingga penentuan nama cawapres cukup mutlak berada di tangan partai besutan Megawati Soekarnoputri tersebut.

"PDI-P punya hak veto yang kuat, sedangkan bagi calon presiden dari partai lain tidak mungkin bisa menentukan sendiri, dan harus berdiskusi," jelas dia.

Di satu sisi, setiap partai di koalisi juga tidak akan mudah menyetujui nama-nama yang diusulkan sebagai cawapres, karena itu ia beranggapan cukup beralasan hingga saat ini belum ada satupun koalisi yang mendeklarasikan nama cawapres.

Sebagai contoh, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang mendesak agar Prabowo Subianto segera mendeklarasikan nama cawapres, namun dengan berbagai pertimbangan hingga kini Menteri Pertahanan RI itu belum mengumumkannya.

Senada dengan KKIR,  dinamika politik juga terjadi di KPP dimana Demokrat juga mendesak agar nama cawapres yang mendampingi Anies Baswedan segera diumumkan.

Terakhir, meskipun PDI-P sudah mengumumkan sejumlah nama-nama yang masuk dalam bursa cawapres, namun hingga kini belum ada keputusan dari partai tersebut.

"Sudah ada beberapa nama tapi kan tetap harus mendapat restu dari Megawati," ucap dia.

Menurutnya, dari berbagai persoalan yang terjadi di masing-masing koalisi menunjukkan adanya dinamika yang berbeda dalam menentukan nama cawapres.

Untuk diketahui, pendaftaran bakal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dijadwalkan pada 19 Oktober hingga 25 November 2023.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pasangan capres dan cawapres diusulkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi syarat perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR, atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Saat ini, ada 575 kursi di parlemen, sehingga pasangan capres dan cawapres pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga pasangan calon diusung partai politik atau gabungan partai peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara. (pu)