Akademisi Dorong Bawaslu Ajukan Uji Materi PKPU No 10/2023 ke MA

ARSIP - Pengajar Hukum Pemilu pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Titi Anggraini, SH, MH. (ant)
ARSIP - Pengajar Hukum Pemilu pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Titi Anggraini, SH, MH. (ant)

Gemapos.ID (Jakarta) - Pengajar Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini mendorong Bawaslu untuk mengajukan uji materi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan anggota DPR RI, DPRD orovinsi, dan DPRD kabupaten/kota terhadap UU Pemilu ke Mahkamah Agung (MA).

"Hal ini mengingat penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan pemilu adalah salah satu bagian dari pelaksanaan tahapan pemilu. Proses tersebut juga menjadi tanggung jawab pengawasan dari Bawaslu," kata Titi Anggraini, SH, MH. menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Senin (8/5/2023).

Titi Anggraini yang juga pegiat pemilu mengemukakan hal itu terkait dengan rencana aksi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menolak PKPU No. 10/2023 di Bawaslu RI, Jalan M.H. Thamrin No. 14, Jakarta Pusat, Senin (8/5) pukul 14.00 WIB.

Anggota Dewan Pembina Perludem ini menilai PKPU No. 10/2023 terancam mematikan keterwakilan perempuan di DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Salah satu klausul dalam PKPU tersebut, yaitu Pasal 8 ayat (2) huruf b, mengatur bahwa dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil) menghasilkan angka pecahan maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai "kurang dari 50, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah".


Pengaturan KPU ini, kata Titi, melanggar ketentuan Pasal 245 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Pengaturan yang dibuat KPU bukan hanya melawan norma dalam UU Pemilu, menurut dia, juga inkonstitusional karena bertentangan dengan substansi Pasal 28H ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.

Menjawab Bawaslu yang mengajukan uji materi PKPU itu terhadap UU Pemilu ke MA, Titi menyebutkan Pasal 76 ayat (2) UU Pemilu bahwa Bawaslu dan/atau pihak yang dirugikan atas berlakunya PKPU berhak menjadi pemohon untuk mengajukan pengujian PKPU ke Mahkamah Agung.

"Oleh karena itu, saya mendesak Bawaslu untuk mengajukan pengujian Pasal 8 ayat (2) huruf b ke Mahkamah Agung karena nyata-nyata telah bertentangan dengan undang-undang," katanya.

Selain itu, kata dia, berdasar pengalaman selama ini, Bawaslu juga pernah melakukan pengujian PKPU ke MA karena dianggap bertentangan dengan UU di atasnya.

Titi menekankan bahwa hal itu harus menjadi tanggung jawab hukum dan moral Bawaslu agar penyelenggaraan pemilu sejalan dengan aturan main dan nilai-nilai demokrasi yang melandasi pemilu inklusif. (pu)