Moeldoko Berbicara Tentang Pengesahan UU KUHP

Dari kiri ke kanan, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko bersama dengan Gubernur Lemhanas Andi Widjajanto dan Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani. (ant)
Dari kiri ke kanan, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko bersama dengan Gubernur Lemhanas Andi Widjajanto dan Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani. (ant)

Gemapos.ID (Jakarta) - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menjadi penanda Indonesia telah mencapai tonggak baru dalam ikhtiarnya menjadi bangsa yang berdaulat dan beradab.

“Selama 77 tahun sudah Indonesia merdeka, baru sekaranglah Indonesia memiliki kodifikasi hukum pidananya sendiri," kata Moeldoko dalam siaran pers bersama KSP-Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) yang diterima di Jakarta, Senin (12/12/2022).

Dia mengatakan KUHP yang telah disahkan merefleksikan nilai-nilai Indonesia, hak asasi manusia, hingga paradigma pemidanaan modern, jauh meninggalkan paradigma KUHP lama zaman pemerintah kolonial Hindia-Belanda.

Sementara itu Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto menyoroti reaksi beberapa perwakilan negara asing dan organisasi internasional tertentu terkait KUHP.

Menurutnya, secara geopolitik diperlukan penegasan otonomis strategis Indonesia pascapengesahan KUHP, yang diperkuat dengan mematahkan intervensi asing terhadap kedaulatan hukum Indonesia.

Gubernur Lemhannas mengemukakan bahwa pihak-pihak tersebut harus menerima dan memahami evolusi pembangunan hukum Indonesia.

“Pembangunan hukum di Indonesia telah dilakukan dengan mengadopsi perkembangan paradigma hukum pidana modern serta
memperhatikan kebutuhan untuk memperkuat konsolidasi demokrasi di Indonesia,” kata Andi.

Sedangkan Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani mengungkapkan bahwa secara pragmatis dalam setiap produk hukum yang dilahirkan akan ada perbedaan pandangan yang mewarnai dinamika seputar produk hukum tersebut.

Untuk itu, Jaleswari menekankan bahwa sebagai negara hukum dan demokrasi, Indonesia sudah memiliki mekanisme untuk menyelesaikan berbagai perbedaan pandangan tersebut.

“Kita sudah memiliki mekanisme yang berbasiskan pada prinsip negara hukum dan demokrasi dalam menyelesaikan perbedaan pandangan terkait dengan produk hukum berupa undang-undang melalui koridor judicial review di Mahkamah Konstitusi," kata Jaleswari.

Jaleswari menekankan Pemerintah akan menghormati proses hukum tersebut, bila kemudian ada bagian dari kelompok masyarakat yang menguji KUHP ke Mahkamah Konstitusi. (dw)