Dampak Korona Meluas
Salah satu pihak yang dimaksud adalah pelaku pasar yang menganggap pertumbuhan ekonomi akan anjlok akibat covid-19. Hal ini telah diakui Bank Indonesia (BI) memperkirakan ekonomi domestik hanya tumbuh sebesar 4,2%. Kekhawatiran pelaku pasar dilakukannya dengan melakukan aksi jual saham dan rupiah. Langkah ini diperkirakan terus berlangsung sampai pemerintah dinilai sanggup mengatasinya dan memulihkan perekonomian domestik. Pemerintah dinilai tidak bisa meredam gejolak pembelian produk-produk pendukung kesehatan seperti masker dan hand sanitizer (pencuci tangan). Begitupula bahan pokok yang diisukan langka tidak hanya karena keterbatasan jumlahnya tetapi pemasok dan distributornya. Upaya Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan menjadi 4,5% guna mendorong kredit untuk perputaran usaha dinilai tidak efektif. Pasalnya, pemerintah melakukan pembatasan kegiatan dunia usaha disertai pembatasan perjalanan transportasi massal. Selama pembatasan ini menimbulkan kerugian bagi bisnis, karena ada penghentian kegiatan untuk menghasilkan produk. Ekspor tidak dapat dilakukan bukan akibat berbagai negara menguranginya, tapi produk yang akan diekspor semakin berkurang akibat penurunan produksi. Andalan utama pertumbuhan ekonomi dari konsumsi dalam negeri tidak bisa dilakukan akibat semakin banyak pemutusan hubungan kerja (PHK). Para pekerja tidak memiliki uang untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Pemerintah harus berpikir keras bagaimana menggerakan perekonomian dengan memberi insentif kepada swasta. Pemberian bantuan tunai langsung hanya akan menyelesaikan persoalan sesaat dan tidak mendorong masyarakat akan bersikap mandiri. Dengan begitu kabinet harus bisa mempraktikan apa yang bisa dikerjakan bagi masyarakat. Tidak hanya berpikir menghabiskan anggaran guna mencapai penyerapan anggaran yang tinggi. Lepas itu mari kita berbuat sesuai dengan latarbelakang profesi dan kompetensi guna mempercepat pemulihan wabah covid-19. Kemudian, ini bisa mendorong pemulihan ekonomi. (mam)