Investasi Terhambat Akibat Salah Baca Tata Ruang

budi strbpn
budi strbpn
Banyaknya kegiatan investasi yang terhambat, salah satunya diakibatkan karena kesalahan dalam membaca tata ruang. Hal itu disebabkan karena tidak adanya kesamaan pemahaman dalam membaca RTR antara Pemerintah Daerah dan Kantor Pertanahan, sehingga pemberian rekomendasi sulit dilaksanakan. Kondisi tersebut mengharuskan adanya Spatial Planning Reader. Untuk itu Direktorat Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah (PPRPT) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melaksanakan Sosialisasi Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) di Kota Manado, Senin (03/02/2020). Tujuannya adalah untuk memberikan panduan bagi stakeholder dalam membaca RTR sebagai dasar memberikan rekomendasi atau penilaian kesesuaian pemanfaatan ruang. “Kita lakukan sosialisasi NSPK untuk mewujudkan Spatial Planning Reader agar tercipta sumber daya manusia yang bisa membaca tata ruang dengan tepat, karena RTR adalah produk yang diperuntukan untuk publik, diharapkan semuanya harus bisa membacanya terlebih lagi bagi seluruh pemangku kepentingan yang berhubungan langsung dengan pengurusan tata ruang,” ujar Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah.Budi Situmorang Pemahaman cara membaca RTR ini sangat penting agar seluruh pemangku kepentingan dapat memaksimalkan perannya masing-masing di daerah, mulai dari Kantor Wilayah BPN Provinsi/kantor Pertanahan Kabupaten/Kota sebagai instansi yang memberikan rekomenasi kesesuaian rencana tata ruang dan pertanahan sesuai RTR, Dinas Penataan Ruang/PUPR sebagai instansi yang memberikan rekomendasi kesesuaian rencana tata ruang, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagai instansi yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang. Kemudian Sekretaris Daerah sebagai ketua Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang berperan dalam penyelesaian pemasalahan terkait tata ruang di daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah sebagai koordinator perencanaan program pembangunan daerang yang harus disusun berdasarkan RTR, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai pengawas pelaksanaan penataan ruang di daerah. Budi Situmorang juga mengungkapnya setelah dilakukan pengawasan teknis ternyata ada lebih dari 7.800 kasus yang terindikasi melakukan pelanggaran tata ruang berdasarkan data tahun 2018-2019. Saat ini sedang dilakukan tahap pembuktian benar-benar melanggar atau tidak, jika dia terbukti akan diberikan sanksi kalau tidak terbukti akan dilepas. “Ke depan kualitas tata ruang tetap harus kita perbaiki karena dinamika di bidang tata ruang ini terus berjalan, kegiatan diperbolehkan sepanjang tidak merubah atau mengganggu fungsi utama kawasan peruntukan, jadi kalau memang itu daerah industri benar-benar dibuat untuk industri yang berkualitas,” tegas Budi Situmorang. (mam)