RUU Cipta Kerja Sejalan Dengan Prinsip Desentralisasi dan Otonomi Daerah

publikasi_1581939600_5e4a7b907cfb2
publikasi_1581939600_5e4a7b907cfb2
Jakarta, 17 Februari 2020 Penyusunan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang diajukan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pekan lalu, telah mempertimbangkan prinsip-prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, sesuai dengan semangat yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B mengenai Pemerintahan Daerah. Hal tersebut ditegaskan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono guna meluruskan kabar yang beredar bahwa RUU Ciptaker identik dengan sentralisasi kekuasaan. “RUU Ciptaker justru disusun berlandaskan semangat desentralisasi. Kita ingin mengatur bahwa setiap layanan perizinan yang diselenggarakan oleh Kementerian. Lembaga Negara, dan Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia harus sesuai dengan standar layanan yang telah kita tetapkan,” tegas Susiwijono, Senin (17/2) di kantornya. Untuk itu, Pemerintah Pusat akan segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) pelaksanaan RUU Ciptaker yang mengatur mengenai Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK). Tujuannya adalah agar terdapat standarisasi pelayanan penerbitan perizinan usaha oleh Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah. “Jadi kewenangan penerbitan perizinan berusaha pada prinsipnya ada di Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang pelaksanaannya berdasarkan NSPK yang ditetapkan oleh Presiden,” sambung Susiwijono. Sesmenko Perekonomian pun menjelaskan, konsepsi RUU Ciptaker ini berkaitan dengan semua penerbitan perizinan berusaha akan dilakukan melalui Sistem Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik seperti yang biasa dikenal dengan sistem Online Single Submission (OSS). Penyederhanaan perizinan berusaha melalui sistem elektronik dilakukan untuk menyesuaikan dengan era digital. “Perizinan berusaha yang terintegrasi dan dilakukan secara elektronik dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, 24/7,” terang Sesmenko. Perizinan berbasis elektronik ini pun, lanjut Susiwijono, telah direkomendasikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai salah satu langkah pencegahan korupsi, sesuai Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.(AAN)