Soal Putusan MK, Jangkar Baja: Masih Ada Tiga Hakim yang Gunakan Nurani

Ketua Presidium Nasional Jangkar Baja yang juga salah satu inisiator Masyarakat Penegak Konstitusi (MPK), I Ketut Guna Artha (Igat). (gemapos/dok.pribadi)
Ketua Presidium Nasional Jangkar Baja yang juga salah satu inisiator Masyarakat Penegak Konstitusi (MPK), I Ketut Guna Artha (Igat). (gemapos/dok.pribadi)

Gemapos.ID (Jakarta) - Hari ini Mahkamah Konstitusi (MK) telah membacakan putusan perselisihan hasil pemilu yang diajukan Paslon 01 Anies-Muhaimin dan paslon 03 Ganjar-Mahfud dengan putusan menolak seluruhnya. Namun ada tiga hakim yang berbeda pandangan atau dissenting opinion).

Apa yang didalilkan Paslon 01 dan 03 sebagai pelanggaran pemilu tidak diterima dan dinilai tidak dapat dibuktikan secara hukum oleh MK.

Ketua Presidium Nasional Jangkar Baja yang juga salah satu inisiator Masyarakat Penegak Konstitusi (MPK), I Ketut Guna Artha (Igat) menyayangkan bahwa apa yang menjadi ekpektasi atas putusan MK yang progresif ternyata tidak terjadi.

"Ya...saya punya harapan besar, setidaknya empat dari delapan hakim MK mempertimbangkan 'etika' sebagai penilaian bukan semata hukum positif. Kan sumber masalah pilpres 2024 ini adalah vonis 'pelanggaran etik' atas putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menguntungkan Gibran sebagai anak Presiden Jokowi yang sedang menjabat," kata Igat saat dihubungi gemapos.id lewat pesan WhatsApp di Jakarta, Senin (22/4/2024).

Menurutnya, penilaian MK bahwa Presiden telah dipercaya rakyat untuk mengelola APBN dan MK tidak bisa membatasi keberpihakan presiden atas hak politiknya adalah masalah etika. Dan ia menyayangkan MK mengesampingkan etika dalam penilaian menurut hukum. 

"Itu yang saya sayangkan karena ini akan menjadi pembenaran untuk diduplikasi oleh siapapun petahana baik sebagai presiden atau kepala daerah untuk kepentingan elektoral pada pilpres maupun pilkada dimasa akan datang," ujar Igat.

Terkait penyalahgunaan bansos, MK tidak menemukan indikasi bansos menguntungkan paslon 02. MK tidak menemukan bukti hubungan causa bansos dengan keterpilihan paslon 02. 

Pelanggaran pemilu yang didalilkan sebagai Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) menurut penilaian MK telah ditangani sebagai kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sehingga MK tidak melakukan penilaian lebih lanjut atas pelanggaran yang diindikasikan TSM. 

Oleh MK, Bawaslu dinilai telah cermat melakukan penindakan laporan dugaan pelanggaran. Kecurangan terstruktur yang dilakukan oleh sejumlah Penjabat (Pj) Kepala Daerah dinilai MK tidak terbukti.

MK memberi pertimbangan bahwa peraturan pelaksana tentang penunjukan Pj Kepala Daerah telah ada mekanisme terukur dan demokratis karena telah diusulkan melibatkan DPRD, Mendagri dan pelibatan berbagai lembaga lainnya seperti MenPANRB, KPK, PPATK.

Menurut penilaian MK, pemohon paslon 01 dan 03 harusnya sudah proaktif untuk mencegah jika ada indikasi akan ada konflik kepentingan saat Pj Kepala Daerah diangkat.

MK menilai pengangkatan Pj Kepala Daerah telah memenuhi syarat sesuai ketentuan. MK menilai pelanggaran netralitas oleh Pj Kepala Daerah yang didalilkan Paslon 01 dan Paslon 03 telah diproses oleh Bawaslu dan Gakumdu.

Bawaslu berdalih tidak dapat memberi sanksi atas dugaan pelanggaran pemilu yg dilakukan oleh Menteri maupun Pj Kepala Daerah yang menguntungkan Paslon 02.

Bawaslu juga berargumen tidak memiliki pisau analisis dan norma hukum untuk mengkategorikan suatu tindakan dikatagorikan memenuhi syarat material sebagai pelanggaran pemilu. 

Termasuk penggunaan fasilitas negara yang menguntungkan Paslon 02 dan akun resmi kementerian yang memasang hastag #prabowogibran.

Atas pertimbangan hal itu MK tidak dapat melakukan penilaian lebih lanjut atas pelanggaran yang telah ditangani oleh Bawaslu.

"Namun kami mengapresasi pandangan MK demi pemilu dimasa depan yang lebih demokratis, lebih jujur dan adil untuk merekomendasikan pembentukan 'norma hukum' baru agar kekosongan hukum tidak dimanfaatkan dan tidak terjadi konflik kepentingan serta mal praktek, diserahkan kewenangannya kepada pembuat Undang-Undang," terang Igat.

Igat yang bersama Masyarakat Penegak Konstitusi (MPK) sedang mengajukan Class Action di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas penyalahgunaan bansos.

Ia juga mengapresiasi ketajaman analisis dan kebijaksanaan tiga hakim MK yang menyampaikan dissenting opinion dari hakim Sadli Isra, Enny Nurbaningsih dan Arief Hidayat. Artinya pemilu 2024 menurutnya sesungguhnya memang bermasalah. 

"Terkhusus saya mengucapkan terimakasih kepada yang mulia hakim konstitusi Enny Nurbaningsih sesuai harapan saya telah menunjukkan sikap meneladani Kartini yang menginginkan terangnya demokrasi dimasa depan dari kegelapan penyelenggaraan pemilu 2024," tutup Igat. (rk)