Indonesiakan Upayakan "Illegal Fishing" Masuk TOC pada Forum AALCO ke-61

Menkumham RI Yasonna H. Laoly (kiri) dalam Media Gathering Persiapan Pelaksanaan Asian–African Legal Consultative Organization (AALCO) ke-61 di Jakarta, Senin (2/10/2023). (gemapos/ant)
Menkumham RI Yasonna H. Laoly (kiri) dalam Media Gathering Persiapan Pelaksanaan Asian–African Legal Consultative Organization (AALCO) ke-61 di Jakarta, Senin (2/10/2023). (gemapos/ant)


Gemapos.ID (Jakarta) - Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), mendorong penangkapan ikan secara ilegal atau illegal fishing dimasukkan sebagai kejahatan terorganisasi transnasional (TOC) dalam forum ke-61 Asian-African Legal Consultative Organization (AALCO).

"Pada sesi tahunan AALCO ke-61 ini, secara khusus, Indonesia juga mendorong anggota AALCO untuk memasukkan illegal fishing sebagai kejahatan terorganisasi. Kami harapkan illegal fishing ini menjadi TOC (transnational organized crime) ," kata Menkumham RI Yasonna H. Laoly dalam Media Gathering Persiapan Pelaksanaan AALCO ke-61 di Jakarta, Senin (2/10/2023).

Menurut Yasonna, masalah penangkapan ikan secara legal penting disuarakan karena telah menyebabkan kerugian secara ekonomi.

Pada tahun 2019, lanjutnya, kerugian ekonomi akibat penangkapan ikan secara ilegal di kawasan ASEAN mencapai 6 miliar dolar AS, sementara di beberapa negara di Afrika mencapai 2,3 miliar dolar AS.

"Ini penting untuk disampaikan karena memang kerugian ekonomi akibat illegal fishing adalah sangat besar," tambah Yasonna.

Selaku tuan rumah AALCO ke-61, Indonesia mengajak negara-negara anggota AALCO untuk memasukkan penangkapan ikan secara ilegal sebagai salah satu kejahatan terorganisasi lintas negara. Dengan demikian, bagi pihak-pihak yang melanggar bisa dijerat dengan ketentuan hukum internasional.

Yasonna menjelaskan AALCO harus bisa melindungi kepentingan anggotanya dari tekanan pihak lain yang menyatakan penangkapan ikan secara ilegal hanya masalah administratif.

Kerja sama dan dukungan antarnegara, menurut dia, merupakan kunci untuk memastikan kekayaan laut para negara anggota AALCO tidak tergerus.

Lebih rinci, Yasonna mengatakan bahwa AALCO ke-61 akan membahas isu-isu terkait pelanggaran hukum internasional di Palestina, isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, hukum dagang dan investasi internasional, pemulihan aset, serta hukum laut yang mencakup isu penangkapan ikan secara ilegal.

"Selain pembahasan isu penting tersebut, dalam sesi tahunan AALCO ke-61 ini, diikuti juga dengan beberapa side events (acara sampingan) dalam bentuk diskusi panel, menghadirkan pembicara ahli dalam maupun luar negeri," jelasnya.

Beberapa acara sampingan tersebut adalah forum bisnis dan investasi, pemulihan aset, hukum kemanusiaan internasional, dan The Hague Conference on Private International Law (Konferensi Den Haag tentang Hukum Perdata Internasional).

AALCO ke-61 digelar di Bali pada tanggal 15-20 Oktober 2023 dan akan dihadiri oleh 47 negara anggota AALCO, 44 negara pengamat, 24 organisasi pengamat, dua otoritas pengamat, dan dua negara pengamat tetap.

Selama rangkaian AALCO ke-61, Kemenkumham RI juga menggandeng usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) setempat serta perwakilan kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L).

"Dalam bentuk pameran di sela-sela acara berlangsung, untuk mempromosikan produk-produk unggulan UMKM Indonesia," ujar Yasonna. (ns)