BMKG Gencarkan Sekolah Lapang Iklim Guna Melatih Petani Perkuat Ketahanan Pangan

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati (tengah) memanen cabai di Desa Widodomartani, Kapanewon Ngemplak, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (foto: gemapos/ antara)
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati (tengah) memanen cabai di Desa Widodomartani, Kapanewon Ngemplak, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (foto: gemapos/ antara)


Gemapos.ID (Jakarta)- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bersama pemerintah daerah dan berbagai pihak terkait terus menggencarkan pelaksanaan sekolah lapang iklim (SLI) guna melatih keterampilan petani beradaptasi dengan perubahan iklim di lingkungannya untuk memperkuat ketahanan pangan Indonesia.

"Insya Allah dengan terjaganya ketahanan pangan, Indonesia bisa terhindar dari ancaman krisis pangan global sebagai akibat dari derasnya laju perubahan iklim," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Dalam pembukaan SLI operasional yang digelar di Desa Widodomartani, Kapanewon Ngemplak, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Dwikorita menyampaikan bahwa sektor pertanian sangat berhubungan erat dengan keadaan cuaca dan iklim, dan dampak buruk kejadian ekstrem dapat mengakibatkan penurunan produksi secara kuantitas maupun kualitasnya.

Selain itu, juga dapat berkembangnya hama penyakit disebabkan tidak berjalannya pola tanam yang baik, yang kemudian dapat mengancam ketahanan pangan nasional.

Menurut dia, kejadian iklim ekstrem berupa banjir dan kekeringan menyebabkan tanaman yang mengalami gagal panen atau puso semakin luas.

Oleh karena itu, kata Dwikorita, petani sebagai ujung tombak pertanian harus memiliki bekal ilmu pengetahuan untuk dapat memahami fenomena cuaca dan iklim beserta perubahannya.

Ia mengatakan pranoto mongso atau kalender petani yang digunakan untuk menentukan pelaksanaan tanam dan panen harus diperbarui dengan menyertakan penggunaan teknologi.

Dengan begitu, para petani bisa terhindar dari risiko terburuk berupa gagal panen akibat dampak cuaca ekstrem.

"Dengan mengetahui lebih dini maka petani dapat segera menyusun rencana tanam, mulai dari penyesuaian waktu tanam, jenis tanaman yang tepat apa dan kapan harus ditanam, kapan harus menunda tanam, kapan harus memanen, pengelolaan air, apa saja yang harus disiapkan agar tidak mengalami gagal panen, dan lain sebagainya," tuturnya.

Dwikorita mengatakan melalui SLI, BMKG berupaya membantu petani memahami informasi iklim. Terlebih, pertanian merupakan kegiatan yang dilakukan di tempat terbuka sehingga sangat berkaitan dengan cuaca dan iklim.

Ia berharap petani dan tenaga penyuluh pertanian bisa memanfaatkan layanan informasi cuaca dan iklim yang disediakan BMKG dengan baik serta mampu beradaptasi dengan situasi cuaca dan iklim kekinian.

"SLI adalah bukti komitmen BMKG untuk terus menjaga ketahanan pangan Indonesia dan memajukan sektor pertanian di Indonesia," katanya.(ra)