KSP Nilai Pendekatan Non-Yudisial Jadi Cara Redam Konflik Rempang

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko (kanan) diwawancarai awak media saat meninjau Pelabuhan Sanur, Denpasar, Jumat (22/9/2023) (gemapos/ant)
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko (kanan) diwawancarai awak media saat meninjau Pelabuhan Sanur, Denpasar, Jumat (22/9/2023) (gemapos/ant)


Gemapos.ID (Jakarta) -  Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menyebutkan pendekatan dengan cara nonyudisial berperan dalam meredam konflik terkait rencana pengembangan investasi di Pulau Rempang Batam, Kepulauan Riau.

“KSP berusaha memahami situasi dan kami coba pendekatan nonyudisial, ada pihak yang bisa kami komunikasikan,” kata Moeldoko di sela meninjau Pelabuhan Sanur, Denpasar, Bali, Jumat (22/9/2023).

Dia menjelaskan pemerintah telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk menyelesaikan konflik Pulau Rempang melalui dua pendekatan yakni yudisial atau melalui hukum dan nonhukum atau nonyudisial.

Pasalnya, kata dia, melalui pendekatan nonyudisial, pihak-pihak yang secara sadar salah membeli lahan, dengan kesadaran sendiri menyerahkan tanpa melalui proses.

“Kalau ada kompensasi itu nanti dibicarakan antara mereka dengan pihak yang berkaitan. Jadi saya pikir masyarakat yang memang salah membeli atau tertipu dan seterusnya, sebaiknya menyerahkan saja,” katanya.

Di sisi lain, ia mengakui terjadi kesalahpahaman terutama dalam proses komunikasi yang kurang tepat terkait rencana investasi sehingga menyebabkan terjadi konflik di Pulau Rempang tersebut.

“Ini memang sekali lagi kalau urusan komunikasi sering diucapkan mudah tapi praktik di lapangan tidak seperti itu,” imbuhnya.

Rempang Eco City masuk dalam daftar proyek stategis nasional (PSN) untuk kebutuhan industri, pariwisata, dan lainnya yang diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang disahkan pada 28 Agustus 2023.

Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebutkan konflik terjadi mengingat sebagian warga Pulau Rempang menolak dipindahkan ke Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau.

Ia memastikan hak warga Rempang dapat terpenuhi dan juga memastikan rencana investasi di wilayah tersebut harus tetap berjalan.

“Proses penanganan Rempang harus dilakukan dengan cara-cara yang soft, yang baik dan tetap kita memberikan penghargaan kepada masyarakat yang memang sudah secara turun-temurun berada di sana. Kita harus berkomunikasi dengan baik, sebagaimana layaknya lah. Kita ini kan sama-sama orang kampung. Jadi kita harus bicarakan,” kata Bahlil.

Bahlil mengatakan pemerintah akan menyiapkan hunian baru untuk 700 kepala keluarga (KK) yang terdampak pengembangan investasi di tahap pertama. Rumah tersebut akan dibangun dalam rentang waktu enam sampai tujuh bulan. Sementara menunggu waktu konstruksi, warga akan diberikan fasilitas berupa uang dan tempat tinggal sementara.

Pulau Rempang dengan luas mencapai 17.000 hektare akan direvitalisasi menjadi sebuah kawasan yang mencakup sektor industri, perdagangan, hunian, dan pariwisata yang terintegrasi.

Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing Indonesia di kawasan Asia Tenggara.

Untuk tahap awal, kawasan ini sudah diminati oleh perusahaan kaca terbesar di dunia asal China, Xinyi Group yang berencana akan berinvestasi senilai 11,5 miliar dolar AS atau setara Rp174 triliun sampai dengan 2080. (ns)