Ini Komentar Pengamat Energi Terkait Larangan Ekspor Bijih Bauksit

"Namun, adanya penentangan dahsyat dari perusahaan tambang, utamanya dari Freeport yang disertai ancaman diadukan ke WTO, Pemerintahan Presiden SBY mengundur berlakunya larangan ekspor tersebut. Baru sekarang Presiden Jokowi berani melarang ekspor bijih nikel dan bauksit," kata Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi  di Jakarta pada Sabtu (24/12/2022).
"Namun, adanya penentangan dahsyat dari perusahaan tambang, utamanya dari Freeport yang disertai ancaman diadukan ke WTO, Pemerintahan Presiden SBY mengundur berlakunya larangan ekspor tersebut. Baru sekarang Presiden Jokowi berani melarang ekspor bijih nikel dan bauksit," kata Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi di Jakarta pada Sabtu (24/12/2022).

Gemapos.ID (Jakarta) - Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mendukung larangan ekspor bijih bauksit yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai Juni 2023. 

Walaupun, UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara menyebutkan pelarangan ekspor hasil tambang dan mineral tanpa dihilirisasi di dalam negeri paling lambat pada 2024.

"Namun, adanya penentangan dahsyat dari perusahaan tambang, utamanya dari Freeport yang disertai ancaman diadukan ke WTO, Pemerintahan Presiden SBY mengundur berlakunya larangan ekspor tersebut. Baru sekarang Presiden Jokowi berani melarang ekspor bijih nikel dan bauksit," katanya di Jakarta pada Sabtu (24/12/2022).

Apalagi, pelarangan ekspor guna mengoptimalkan hasil kekayaan alam sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, sesuai amanah pasal 33 UUD 1945. 

"Jangka pendek, larangan ekspor bauksit itu akan menurunkan pendapatan ekspor hingga mencapai sebesar Rp21 triliun per tahun. Namun, jangka panjang, seiring dengan meningkatnya nilai tambah, ekspor hasil hilirisasi dan produk turunan bauksit, akan meningkatkan pendapatan negara sekitar Rp62 triliun per tahun," ujarnya.

Selain itu tidak mudah memperoleh tambahan pendapatan sebesar itu melalui larangan ekspor bauksit. Ia menilai masih ada berbagai tantangan dan penentangan. Salah satu tantangan itu adalah kapasitas smelter masih sangat terbatas untuk hilirisasi seluruh hasil bijih bauksit.

Namun, larangan ekspor bauksit akan memaksa pengusaha bauksit untuk membangun smelter, baik dilakukan oleh setiap perusahaan, maupun oleh konsorsium perusahaan dan joint venture dengan investor smelter. 

"Untuk itu, pemerintah harus memberikan fiscal incentive berupa tax holiday, tax allowances, dan bebas pajak impor untuk peralatan smelter," ucap Fahmy Radhi. 

Sementara itu penentangan dari World Trade Organization (WTO) terkait larangan bijih nikel juga dinilai harus dilawan meskipun akan kalah. Namun, proses persidangan gugatan WTO sampai keputusan final akan membutuhkan waktu sekitar empat tahun. 

Dengan demikian, selama empat tahun larangan ekspor bauksit harus tetap dilakukan hingga menghasilkan ekosistem industri bauksit dari biji bauksit dan produk hilirisasi hingga produk turunan, berupa alumina sebagai bahan baku industri mesin dan semikonduktor.

"Produk turunan itu akan memberikan nilai tambah lebih besar ketimbang ekspor bijih bauksit. Maka perlu 'maju tak gentar meningkatkan pendapatan negara'," tuturnya. (ant/mau)