Saat ini sumber permasalahan bukan di sektor transportasinya namun pada bagaimana pengaturan kegiatan manusianya. Transportasi darat syarat dengan banyak kepentingan. Kepentingan politis dan bisnis lebih menguat daripada pertimbangan kesehatan dan kesejahteraan rakyat.
Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif, telah mengatur kebijakan ganjil genap di beberapa ruas jalan akan diterapkan kembali.
Kebijakan ganjil genap merupakan salah satu cara untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi secara berlebihan di jalan raya. Tujuannya agar ada peralihan penggunaan kendaran pribadi ke transportasi umum.
Rencananya, penerapan kebijakan ganjil genap dengan pengecualian (ojek daring tidak termasuk), tentunya tidak akan bermakna lagi sebagai program pembatasan mobilitas kendaraan pribadi di jalan raya. Pasalnya, populasi sepeda motor sekitar 75 persen dari kendaran bermotor yang ada. Ojek daring tidak termasuk dalam pola transportasi makro (PTM) Kota Jakarta.
Di Jakarta pernah diterapkan kebijakan pelarangan sepeda motor di Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan MH Thamrin. Sejak terpilih Gubernur Anies Baswedan, kebijakan tersebut dihilangkan.
Namun, sekarang sepeda motor juga akan dikenakan pada kebijakan ganjil genap. Bisa jadi pertimbangannya, karena polulasi sepeda motor mendominasi lalu lintas di jalan raya, sehingga perlu dibatasi.
Kebijakan ganjil genap juga tidak bisa dipertahankan begitu lama. Pasalnya, sekarang ini masyarakat cenderung menambah kendaraan pribadi dan memiliki plat kendaraan ganda (nomor ganjil dan genap). Segeralah beralih dengan program jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP).
Hingga sekarang upaya untuk menambah kapasitas transportasi umum terus dilakukan, baik kapasitasprasarana dan sarana. Peningkatan peningkatan prasarana, berupa memperluas kapasitas ruang halte bus Trans Jakarta, membangun kembali stasiun KRL dengan lebih luas, seperti Stasiun Manggarai, Stasiun Palmerah, Stasiun Serpong, Stasiun Kebayoran, Stasiun Cikarang, Stasiun Bekasi Timur, Stasiun Klender, Stasiun Cakung.
Di samping itu juga meningkat kapasitas jaringan seperti membangun MRT Jakarta (Lebak Bulus – Bundaran Hotel Indonesia), menambah rute busway dan bus Trans Jakarta, ada program Jack Lengko untuk menaikkan status angkot, memperpanjang jaringan layanan KRL Jabodetabek ke timur hingga Cikarang, ke barat hingga Rangkasbitung, membangun jaringan rel ganda (double track) tidak hanya sampai Rangkasbitung namun diperpanjang hingga Merak, membangun rel dwi ganda (double-double track), membangun LRT Jakarta, membangun LRT Jabodebek (lintas Cibubur-Cawang-Dukuh Atas dan Lintas Bekasi Timur-Cawang), melanjutkan lintas MRT Jakarta dari Bundaran HI hingga Kampung Bandan).
Juga dilakukan peningkatan kapasitas sarana dengan menambah jumlah kereta (12 kereta) setiap rangkaian, memperpendek waktu perjalanan antar antar kereta atau bus (headway).
Saat ini, Indonesia sedang alami masa pandemi Covid-19, dimana aktivitas harus mengikuti aturan protokol kesehatan. Prinsip protokol kesehatan adalah jaga jarak, cuci tangan denmagn sabun dan memakai masker.
Dengan prinsip jaga jarak, maka kapasitas transportasi umum pasti berkurang. Di masa pandemi covid 19, kapasitas transportasi umum diijinkan maksimal 50 persen.
Salah satunya dengan cara menambah kapasitas sarana dan prasarana transportasi. Namun tidak semua jaringan transportasi umum dapat ditingkat kapasitasnya. Contohnya, KRL Jabodetabek lintas Bogor-Jakarta sudah tidak dapat lagi tingkatkan lagi kapasitasnya. Baik menambah jumlah kereta dalam satu rangkaian maupun memperpendek waktu perjalanan antar kereta (headway). Lintas Bogor-Jakarta mengangkut 60 persen lebih penumpang KRL Jabodetabek.
Boleh membawa penumpang
Di lain hal, ada Keputusan Kepala Dinas Perhubungan Nomor 105 Tahun 2020 tentang Pengendalian Sektor Transportasi untuk Pencegahan COVID-19 di Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif.
Suat Keputusan tertanggal 5 Juni 2020 membolehkan ojek daring membawa penumpang asal mengikuti protokol kesehatan. Pada prinsipnya protokol kesehatan adalah jaga jarak fisik (physical distancing), menuci tangan dan memakai masker.
Membolehkan ojek daring membawa penumpang, menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap kesehatan bagi pengemudi dan penumpang. Namun sangat menguntungkan aplikator.
Ojek daring membawa penumpang tidak memenuhi kriteria jaga jarak fisik. Walaupun diberikan penyekat, penyekat itu juga belum mendapatkan sertifikat SNI.Hingga sekarang belum dilakukan uji coba oleh instansi yang berwenang. Keselamatan dan keamanan pengemudi dan penumpang dipertaruhkan.
Sangat berisiko tertular virus antara pengemudi dan penumpang. Protokol kesehatan ojek daring siapa yang membuat, apakah sudah dapat rekomendasi dari ahli kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19?
Siapa yang mengawasi penerapan protokol kesehatan di lapangan. Saat ini ada sekitar 1 juta pengemudi ojek daring se Jabodetabek (Kompas.id, 4 Juni 2020).