UU Cipta Kerja Tidak Dukung Ciptakan Kerja

Screenshot_20201105_124315
Screenshot_20201105_124315
Gemapos.ID (Jakarta) - Sebanyak delapan organisasi kemahasiswaan menyampaikan keberatan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Karena, UU ini dinilai tidak menjawab kebutuhan penciptaan lapangan kerja. Apalagi, pembahasan dan penyusunan UU 11/2020 dinilai tidak melibatkan partisipasi publik, sehingga tidak transparan. "Ini cuma politik hukum dari proyeksi IMF untuk mencapai pertumbuhan ekonomi," kata Ketua Umum (Ketum) Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Susanto Triyogo. Pernyataan ini disampaikan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam ‘Debat Terbuka Omnibus Law UU Cipta Kerja di Jakarta pada Rabu (4/11/2020). UU Cipta Kerja juga dianggap hanya sebagai ilusi saja terhadap investasi. Pasalnya, tren investasi sepanjang 2015-2019 terus meningkat, tapi ini tidak sebanding dengan serapan tenaga kerjanya. "Naiknya investasi juga belum menjamin penciptaan lapangan kerja," ujarnya. Ketum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Arya Kharisma berpendapat persoalan kemudahan perizinan dan upaya menarik investasi tidak cukup sebagai dasar pembentukan UU 11/2020 masuk ke semua sektor. Apalagi, kenaikan investasi juga tidak berdampak bagi daya serap tenaga kerja. “Sudah bahan baku tidak diambil dari dalam negeri, serapan tenaga kerjanya juga tidak besar," tukasnya. Selain itu banyak aturan turunan UU Cipta kerja yang akan dibuat kementerian dan lembaga (K/L) disoroti Ketum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) Najih Prastiyo. Kebijakan ini justru kontradiktif dengan keinginan Presiden Joko Widodo untuk menyederhanakan aturan. "Kalau tujuannya aturan baru di bawahnya, apa hubungannya dengan perampingan yang disampaikan di awal?" tanyanya. Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) memandang UU 11/2020 sangat sentralitas. Jadi, ini jauh dari semangat reformasi yang mendorong desentralisasi. "Kalau mau bangun bangsa Indonesia, jangan kasih ke investor, coba kasih ke masyarakat sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat 2," papar Ketum KMHDI I Kadek Andre Nuaba. Dengan demikian penggantian nama UU Cipta Kerja diusulkan Ketum Gerakan Mahasiswa Kristen Indonensia (GMKI) Corneles Galanjinjinay menjadi UU Kemudahan Investasi. Karena, substansi aturan ini lebih memudahkan investasi, bukan menjamin investasi ke depan. Terakhir, Ketum Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Benidiktus Papa menyoroti pengebirian aturan tentang lingkungan hidup dalam UU Cipta Kerja. Bahlil mengakui sosialisasi UU No.11/2020. Hal ini akan ditingkatkan dalam penyusunan 36 peraturan pemerintah (PP) turunan UU Cipta “Kita akan buka posko untuk menerima masukan secara terbuka,” ujarnya. Para mahasiswa diminta berpartisipasi dalam penyusunan aturan turunan UU Cipta Kerja. Menyoal tren investasi di Indonesia yang terus meningkat tapi tidak sejalan dengan penyerapan tenaga kerja dijawab Bahlil terjadi akibat transformasi ekonomi  terjadi di Indonesia. Pemerintah sedang mendorong pemberian nilai tambah bagi suatu produk. "Ada industri turunan yang beri tenaga kerja tidak langsung," katanya. Namun, penciptaan tenaga kerja tidak langsung dari kegiatan investasi tetap terjadi dio Tanah Air. Tenaga kerja yang terserap sekitar 1,2 juta orang dari investasi sebesar Rp809 triliun pada 2019. Inpres No. 7/2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha memerintahkan pendelegasian wewenang dari 22 K/L kepada BKPM. (din)