Waspadai Klaster Sekolah, Jangan Lengah Prokes

PTM2
PTM2
Sejumlah pemerintah provinsi (pemprov) mulai menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) dengan protokol kesehatan (prokes) ketat. Kebijakan ini diharapkan meningkatkan mutu pendidikan yang selama ini hanya berlangsung secara dalam jaringan (daring). Apalagi, pembelajaran yang bersifat praktik tentu sulit berlangsung secara dari bagi sekolah menengah kejuruan (SMK). Selain itu kejenuhan siswa belajar secara daring diharapkan segera bisa sirna, sehingga mereka kembali semangat belajar seperti sebelum pandemi Covid-19. Kegiatan PTM yang digelar oleh sekolah diminta dengan prokes ketat tanpa toleransi seperti sebelum siswa masuk ruangan sudah dibersihkan oleh pengelola. Bahkan, ini bisa ditambah dengan penyemprotan disinfektan. Siswa dan pengajar hendaknya dicek suhu badannya dahulu sebelum masuk gerbang sekolah dilanjutkan dengan mencuci tangan dengan sabun dan dikeringkan dengan tisu kering. Bahkan, ini bisa dipertimbangkan untuk mengecek kondisi tempat tinggal pengajar dan siswa dengan aplikasi pedulilindungi guna mengetahui kategori wilayah pandemi Covid-19. Langkah ini dapat diganti dengan pengisian formulir tentang kondisi tadi apabila pengajar arau siswa memiliki kendala penggunaan aplikasi pedulilindungi. Malahan, pengajar dan siswa bisa dilakukan tes antigen sebelum PTM dilakukan untuk semakin meminimalisasi potensi resiko penularan Covid-19. Selama pembelajaran berlangsung pengajar dan siswa diharapkan sudah menggunakan masker bila perlu memakai pelindung muka. Selain itu jaga jarak dilakukan minimal 1,5 meter dengan kapasitas sebesar 50% dari ruang kelas. Pembagian PTM bisa dilakukan dengan sistem ganjil-genap sesuai nomor urut siswa. Lama belajar diharapkan maksimal hanya 1,5 jam per hari. Penyelenggaran PTM juga mesti disiapkan tenaga kesehatan (nakes) guna mengantisipasi kemungkinan pengajar atau siswa mengalami gangguan kesehatan. Jadi, ini segera bisa diberikan perawatan sebelum dibawa ke fasilitas kesehatan. Selesai pembelajaran diharapkan pengajar dan siswa segera pulang didahului mencuci tangan. Jadi, air dan sabun diminta berada di setiap ruang kelas masing-masing. Selain itu tidak terdapat pengajar dan siswa melakukan makan dan minum di sekitar sekolah guna mencegah kerumunan. Mereka bisa melakukannya di rumah setelah mencuci tangan dengan sabun dan mengganti pakaian bahkan bisa membersihkan tubuh lebih dahulu. Selama PTM kondisi kesehatan pengajar dan siswa harus dipantau sekolah dan pemerintah daerah. Kebijakan ini guna mengantisipasi sedini mungkin kemungkinan gangguan kesehatan yang dialami keduanya. Untuk melakukan ini dapat dilakukan oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 di sekolah yang terdiri dari pengelola sekolah dan orangtua murid. Hal ini dilengkapi tenaga kesehatan (nakes) dari pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) setempat. Sebenarnya, kebijakan pemerintah pusat yang menghapus keharusan pengajar dan siswa yang melakukan PTM harus sudah vaksin Covid-19 minimal dosis pertama sangat disayangkan. Hal ini sebagai langkah yang tidak mendukung upaya pencegahan penularan Covid-19. Pemerintah bisa saja gagal memenuhi target vaksinasi Covid-19 bagi pengajar dan siswa, tapi hal ini jangan mengorbankan bahaya yang mungkin timbul akibat pelonggaran kebijakan. Pemerintah sering melonggarkan kebijakan penanganan Covid-19 berakibat musibah bagi warga. Pasalnya, pemerintah juga kewalahan mengatasinya. Akhirnya, kegiatan PTM diharapkan tidak menimbulkan klaster sekolah yang dapat diantisipasi dengan pelaksanaan prokes. Langkah ini membutuhkan peran aktif pengelola sekolah, pengajar, orangtua, dan siswa. (mam)