Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Tidak Masuk Akal

HNW2
HNW2
Gemapos.ID (Jakarta) - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menilai wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode bukan hanya inkonstitusiona. Namun, ini juga tidak masuk akal dan membuat gaduh. “Padahal saat ini bangsa Indonesia tengah membutuhkan ketenteraman agar mempunyai imunitas dan tak mudah terpapar Covid-19 yang makin mengganas," kata Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid (HNW) di Jakarta pada Selasa (22/6/2021). Wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode telah dimulai dengan pembentukan sekretariat nasional (seknas). Selain itu penambahan penambahan masa jabatan presiden dengan alasan darurat Covid-19. Langkah tersebut diperkirakan Hidayat Nur Wahid mengalami penolakan dari masyarakat lantaran tidak sesuai dengan konstitusi dan nalar publik. Begitupula sistem dan aturan hukum yang berlaku di Indonesia. "Karena UUD NRI Tahun 1945, yang berlaku saat ini dan sistem ketatanegaraan kita memang tidak lagi mengenal legalitas referendum," ujarnya. Perubahan UUD 1945 telah diatur dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/1993 tentang Referendum dan UU No 5/1985 tentang Referendum. Namun, itu telah dicabut dan tidak berlaku lagi. "Aturan yang mencabut ketentuan referendum adalah TAP MPR Nomor VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum juga UU Nomor 6/1999 tentang Pencabutan UU Nomor 5/1985 tentang Referendum," ucapnya. Dengan begitu referendum tidak diakui keabsahannya dan tidak bisa diberlakukan dalam sistem hukum dan ketatanegaraan di Indonesia. Alasan pencabutan referendum dalam TAP MPR Nomor VIII/MPR/1998 seperti referendum dinilai tidak sesuai Pancasila dan UUD 1945. UU No 6/1999 menyebut prosedur perubahan konstitusi hanya mengacu kepada mekanisme yang diatur dalam pasal 37 ayat 1-4 UUD NRI 1945. Hidayat Nur Wahid mengungkapkan ketentuan ini berbunyi perubahan UUD NRI 1945 hanya dapat dilakukan oleh MPR dengan syarat diajukan 1/3 dari jumlah angggota MPR. Kemudian ini diajukan secara tertulis dengan menyebutkan pasal yang diusulkan untuk diubah beserta alasan dan alternatif perubahannya. “Sidang MPR dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR, dan disetujui sekurang-kurangnya 50 persen ditambah 1 dari jumlah anggota MPR," ucapnya. Apalagi, anggota MPR belum mengajukan amandemen UUD NRI 1945 dengan tema apapun sampai sekarang. Bahkan, MPR belum berencana mengamandemen pasal-pasal yang diperdebatkan oleh segelintir kelompok seperti presiden dipilih oleh MPR bukan oleh rakyat. Kemudian, memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode.