Usung Jokowi Tiga Periode Langgar UUD 1945

Hidayat Nur Wahid
Hidayat Nur Wahid
Gemapos.ID (Jakarta) - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyatakan peresmian seknas untuk mengusung Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden tiga periode adalah perilaku inkonstitusional. Jadi, masa jabatan Presiden hanya dua periode saja. UUD 1945 Pasal 7 berisi aturan masa jabatan presiden dan wakil presiden selama lima tahun. Kemudian, ini hanya bisa dipilih kembali untuk jabatan yang sama selama satu kali masa jabatan. Peresmian seknas yang mendukung Joko Widodo sebagai calon presiden periode ketiga bisa mendorong Joko Widodo mengabaikan ketentuan konstitusi. Selain itu Joko Widodo akan dianggap tidak konsisten atas pernyataannya sendiri yang diucapkan secara berulangkali tidak setuju, tidak mau, dan tidak minat dengan wacana tiga periode masa jabatan presiden. Sebelumnya, Joko Widodo menyebutkan pihak-pihak yang mengusulkan presiden tiga periode sebagai kelompok yang mencari muka, menjerumuskan, dan menampar muka dirinya. Apalagi, Presiden Joko Widodo menyadari UUD 1945 Pasal 6A ayat 2 berisi capres diajukan oleh partai politik (parpol) bukan seknas atau lembaga survei. Tidak ada satu parpol pun yang mengusulkan perubahan UUD untuk memperpanjang masa jabatan presiden, "Bahkan PDIP melalui Ketumnya maupun Waket MPR dari PDIP, tegas menyampaikan sikap tidak setuju perubahan pasal 7 UUDNRI 1945 untuk memperpanjang masa jabatan Presiden," kata Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Hidayat Nur Wahid (HNW) pada Senin (21/62021). Semua pihak diminta legowo dan mendukung penguatan praktek demokrasi dengan menaati konstitusi seperti masa jabatan presiden selama dua periode saja. Jadi, manuver tentang masa jabatan capres tiga periode dan menghimpun relawan pendukung masa jabatan tiga periode tidak perlu dilakukan oleh mereka. Joko Widodo juga diminta melarang manuver-manuver yang tak sesuai UUD 1945. Dia juga diharapkan menegaskan komitmennya pada aturan konsititusi tentang masa jabatan presiden dua periode. “Kalau mereka tetap ngotot dengan manuver yang tak sesuai dengan konstitusi itu, dan tetap dibiarkan juga, maka berarti mereka dibiarkan menampar muka presiden dan menjerumuskan presiden," tutur Hidayat Nur Wahid.