Tiga Kata Kunci Pengembangan Koperasi dan UMKM

Hanung Harimba Rachman
Hanung Harimba Rachman
Gemapos.ID (Yogyakarta) – Koperasi Wisata Mina Bahari 45 Depok Parangtritis, Bantul, Yogyakarta sudah mengkolaborasikan antara koperasi, UMKM, dan pemerintah. Koperasi ini berhasil memproduksi makanan tradisional menjadi makanan kaleng yang siap ekspor. Deputi Bidang UKM Kemenkop dan UKM Hanung Harimba Rachman menyatakan hal ini menunjukkan program Kemenkop UKM berkelanjutan. “Meskipun kita melakukan restrukturisasi, program yang lama ini kita lanjutkan dan tingkatkan,” katanya di Yogyakarta pada Rabu (7/4/2021). Menurutnya, tiga kata kunci penting yakni inovasi, kolaborasi dan pendampingan. UMKM berkolaborasi dengan factory sharing. Banyak UMKM menyediakan alat produksi supaya mereka belum memiliki alat produksi bisa ikut melakukan proses pengalengan. “Saya fikir bisa tergambarkan di sini,” papar Hanung. Hanung mengemukakan keuntungan lain dari kolaborasi tersebut antara lain kemudahan perijinan dan sertifikasi. Sebab, perizinan barang makanan dan kosmetik sangat ketat seperti izin edar dan izin BPOM. “Dengan factory sharing, maka sertifikat melekat pada perusahaan ini. Jadi sudah tidak usah pusing-pusing urus ijin lagi,” tuturnya. Koperasi Wisata Mina Bahari 45 Depok diharapkan  bisa terus dikembangkan di Indonesia. “Model seperti ini harus kita bangun lebih banyak lagi. Ini menunjukkan bahwa kita yakin, kita bisa,” ujarnya. Ketua Asosiasi Makanan Kaleng Yogyakarta, Bambang Trimulyono menambahkan pihaknya mempunyai  visi bagaimana UMKM di Yogyakarta bisa maju bersama. Jika solid, maka bisa membentuk satu kawasan skala IKM. “Ini mungkin pertama di Indonesia. Yang mana bisa saling bahu membahu antara koperasi sebagai bapak angkat dengan UMKM supaya bisa berproduksi dengan baik, punya standarisasi dan legalitas  produk serta bisa meningkatkan kualitas agar produk kita bisa ekspor,” ucapnya. Menurutnya, apa yang dilakukan selama ini adalah produk limitasi, masakan tradisional yang dikemas supaya tidak punah, khususnya masakan tradisional Jawa. Itu akan terus dikembangkan, misalnya untuk perkembangan di Pantai Depok, Koperasi Wisata Mina Bahari 45 terus mengembangkan sarden. “Ini butuh kolaborasi antara pemerintah, stakeholder yang  ada di suatu dareah untuk memajukan daerahnya. Kami ini walaupun kecil sudah ekspor dan mulai banyak permintaan dari luar negeri dari Hongkong dan Singapura,” ujarnya. Menurutnya, ini adalah momentum dan kolaborasi yang sangat dinamis agar menjadi kekuatan yang nyata, supaya masyarakat berdaya dengan kuliner Tanah Air. Bisnis yang tidak bisa dikalahkan oleh Cina adalah kuliner, karena dari Sabang sampai Merauke ada ribuan menu yang tidak bisa ditiru. Ini adalah sesuatu yang harus dikembangkan terus. Selama ini dia sering berdiskusi dengan banyak pihak, bagaimana caranya bisa melakukan terobosan agar menjadi energi dan panutan bagi teman-teman yang dibawah. “Banyak orang yang hebat berproduksi, tetapi  tidak punya akses. Tidak punya kebersamaan, akhirnya nol. Fakta yang terjadi seperti itu,” tutur Bambang. Menyinggung semakin berkembangnya olahan makanan kaleng, ucap Bambang, pihaknya kewalahan melayani permintaan UMKM yang akan masuk ke factory sharing. Jadi, Bambang masih membatasi 25 pelaku usaha. Mereka selalu menanyakan keseriusan produksi teman-teman UMKM, karena kita garansi legalitas BPOM dan kehalalan makanannya. “Mereka tidak bayar, dan kami kurasi, karena saya tahu kualitas produk mereka layak jual,” tuturnya. Dengan 11 karyawan bisa memproduksi makanan kaleng yang dipasarkan di stasiun, bandara dan rest area jalan tol dari Jawa Tengah sampai Malang. “Sebelum pandemi, kami bisa produksi 3.000 kaleng sehari, tetapi saat ini hanya bisa memproduksi sekitar 30.000 kaleng dalam sebulan, dengan omzet sekitar Rp100 juta,” tuturnya.