Siapkan Industri Benih Ikan Nasional, KKP Gunakan Teknologi RAS

16-22-07-06D98ECB-A156-4FD1-A24A-1377762D7AAF
16-22-07-06D98ECB-A156-4FD1-A24A-1377762D7AAF
Tatelu – Teknologi pembenihan sistem Recirculation Aquaculture System (RAS) dapat meningkatkan padat tebar hingga 7 kali lipat dibandingkan dengan sistem konvensional. Teknologi ini juga mampu memangkas masa pemeliharaan, menaikkan tingkat kelulusan hidup dan tingkat keseragaman ukuran. Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki, RAS dapat menjadi solusi mengatasi permasalahan kebutuhan benih ikan di seluruh Indonesia. Hal ini disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo saat meninjau langsung berbagai fasilitas perbenihan, pembesaran hingga pembuatan pakan di Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Tatelu, Selasa (18/2). Menteri Edhy mengatakan kegiatan perikanan budidaya komoditas air tawar secara khusus di Tatelu, termasuk yang terbesar di Indonesia. Ini karena ditunjang oleh potensi alam terutama kualitas air yang baik serta antusiasme masyarakat yang tinggi untuk melakukan aktifitas budidaya. “Dalam aktivitas perikanan budidaya, masalah yang timbul selain harga pakan adalah ketersediaan benih unggul. Teknologi RAS di BPBAT Tatelu merupakan jawaban akan kekurangan benih unggul di pembudidaya untuk kawasan Indonesia Timur. Saat ini dari Tatelu sudah melayani kebutuhan hampir di seluruh Sulawesi Utara, bahkan beberapa daerah di luar Sulawesi seperti Ambon,” ucap Menteri Edhy. Edhy menyadari harga benih saat ini masih cukup tinggi di beberapa daerah. Penyebabnya adalah kondisi wilayah, jarak pengantaran serta ketersediaan yang belum merata. “Kondisi ini dapat teratasi dengan memperbanyak penggunaan teknologi RAS di seluruh Indonesia, khususnya di sentra produksi perikanan budidaya. Jika hal ini dapat terwujud, di masa depan saya harap benih akan dapat diberikan secara gratis untuk masyarakat yang ingin melakukan kegiatan budidaya,” lanjut Edhy. Edhy meminta kepala daerah dan masyarakat untuk dapat memanfaatkan dengan baik keberadaan BPBAT Tatelu yang dapat menjadi pusat edukasi untuk masyarakat serta sumber pemecahan masalah yang dihadapi dalam berbudidaya. “Dengan semakin banyak produksi benih yang dihasilkan dan semakin banyak masyarakat mendapatkan edukasi akan semakin banyak pula ikan yang dapat kita produksi,” pungkas Edhy. Sebagai informasi, teknologi pembenihan sistem Recirculation Aquaculture System (RAS) dapat meningkatkan padat tebar hingga 28 – 30 ekor per liter. Sistem ini juga memangkas masa pemeliharaan benih menjadi relatif lebih pendek yaitu 30 hari dapat mencapai ukuran 2 – 4 cm dengan tingkat kelulusan hidup mencapai 95% dan tingkat keseragaman ukuran hingga 90%. Produktivitas produksi dengan teknologi RAS dapat naik hingga 140 kali lipat dibanding konvensional. Senada dengan Menteri Edhy, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey yang turut hadir dalam acara tersebut menyatakan siap untuk mendukung program pemerintah memajukan perikanan budidaya. “Khusus untuk masalah pakan, kami sudah melakukan kerjasama dengan pihak swasta untuk membangun industri pakan ikan dan ternak di Sulawesi Utara. Pihak swasta telah melakukan studi kelayakan untuk membangun industri ini di Bolaang Mongondow dimulai dengan membangun silo untuk menampung jagung dan bahan baku pakan lainnya,” jelas Olly. Sementara itu Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto menyatakan bahwa teknologi RAS merupakan teknologi yang tepat dalam meningkatkan produktivitas pembenihan ikan dengan mengefisiensikan penggunaan air dan lahan, disamping menciptakan usaha yang minim dampak negatif terhadap ekologi. “Saat ini BPBAT Tatelu juga tengah melakukan proses rekayasa pembesaran ikan dengan teknologi RAS. Hasil perekayasaan ini diharapkan dengan menghasilkan output produksi meningkat hingga lebih dari 10 kali lipat” beber Slamet. Keunggulan lain dari RAS dibandingkan sistem konvensional, kata dia, karena lebih aman dari pencemaran yang terjadi di luar lingkungan perairan sehingga sanitasi dan higienitasnya lebih terjaga serta ramah lingkungan. Selain itu, pemeliharaan yang mudah, stabilitas kualitas air lebih terjaga dan penggunaan air lebih hemat akan menjadikan teknologi pembenihan ikan intensif ini sebagai primadona baru di pembudidaya, khususnya pembenih ikan. “Dengan fleksibilitas teknologi RAS yang dapat diterapkan untuk berbagai jenis komoditas baik tawar, payau maupun laut, KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya siap untuk dapat memperbanyak teknologi ini di seluruh Indonesia“ tutup Slamet. Untuk diketahui, komoditas air tawar perikanan budidaya memberikan kontibusi cukup besar terhadap produksi perikanan budidaya nasional, terutama untuk komoditas nila, lele, patin dan gurame. Menurut data sementara, produksi perikanan budidaya air tawar tahun 2019 mencapai 76.321 ton. Khusus di BPBAT Tatelu, hingga akhir tahun 2019 mencatatkan produksi benih ikan air tawar sebanyak 10,8 juta ekor yang sebagian besar diantaranya dipergunakan untuk bantuan kepada kelompok pembudidaya dan kegiatan restocking. Sedangkan untuk induk dan calon induk ikan, produksi yang dihasilkan mencapai 151.033 ekor.(AAN)