Revisi UU ITE Didesak Akibat Konsumen Jadi Korban

Rizal E. Halim3
Rizal E. Halim3
Gemapos.ID (Jakarta) - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mendesak revisi UU ITE terutama Pasal 27 ayat 3. Langkah ini akibat banyak konsumen dikenakan UU ITE oleh perusahaan. Semula revisi UU ITE dimaksudkan guna menata kembali perkembangan digital yang pesat. Namun, kebijakan ini berakibat menjerat banyak konsumen. "Tujuannya lebih ke tujuan ekonomis, bukan dipakai sebagai jebakan," kata Ketua BPKN Rizal E. Halim pada akhir pekan lalu. Sejumlah kasus yang melibatkan UU ITE Pasal 27 ayat 3 seperti kasus Prita Mulyasari yang mengkritik layanan buruk di Rumah Sakit Omni International. Kemudian, seorang guru perempuan Baiq Nuril yang dipidanakan oleh kepala sekolahnya akibat dia merekam percakapan mesum kepala sekolah. "Presiden sampai harus keluarkan amnesti karena Presiden sadar ada persoalan dengan penggunaan Pasal 27 ayat 3 ini," ucap Rizal. Terakhir, Stella Monica dipidanakan oleh Klinik Kecantikan L'VIORS setelah dia mengunggah percakapan dengan dokter.. Hal ini berkaitan tentang kualitas layanan atas wajahnya yang memburuk melalui Instagram Dengan demikian, Ketua Komisi Advokasi BPKN Rolas B. Sitinjak meminta konsumen komplain suatu produk dan layanan perusahaan tidak kepada publik. Hal ini akan berakibat mereka dituding melakukan pencemaran nama baik yang melanggar UU ITE. "Tahap pertama, konsumen punya kesempatan untuk komplain. Itu diatur UU, tapi bukan (komplain) ke publik, melainkan ke perusahaan tersebut," ujarnya. Komplain itu juga mesti disampaikan konsumen kepada perusahaan tentang suatu produk dan layanan secara tertulis. Jika ini tidak ditanggapi perusahaan, maka dia dapat bercerita kepada orang lain dengan produk dan pembuatnya dengan inisial "Jika komplain saudara tidak ditanggapi, saudara punya hak untuk bercerita ke orang lain dengan catatan nama pemberi barang atau jasa dibuat hanya inisial," tuturnya. Tindakan ini dinilai Rolas tidak bermaksud menghancurkan reputasi nama perusahaan. Namun, ini mengingatkan masyarakat mewaspadai atas produk dan perusahaan tadi supaya tidak mengalaminya. Dekan FHUI Edmon Makarim menambahkan konsumen berkewajiban menyelesaikan komplain secara patut dengan tidak berbicara kepada orang lain di ruang publik, termasuk media sosial (medsos). "Sosmed bukan diary. Sosmed ruang publik. Jadi hati-hati di sana. Lalu kalau mau ngomongin orang lain, jangan langsung tembak nama, cukup dengan inisial," ucapnya.