Perancis Klaim Akan Perangi Separatisme Islamis

Emmanuel Macron2
Emmanuel Macron2
Gemapos.ID (Paris) - Presiden Perancis Emmanuel Macron akan menangani aksi 'separatisme Islamis' (kalangan Islam garis keras). Karena, kegiatan ini dinilai mengancam negara. "Kami semakin khawatir dengan tanda-tanda radikalisasi yang lebih luas dan sering kali tanpa kekerasan dalam komunitas-komunitas Muslim," katanya pada Jumat (3/10/2020). Salahsatu aksi yang dianggap Emmanuel tergolong radikal adalah beberapa Muslim menolak berjabat tangan dengan wanita. Selain itu kolam renang yang memberlakukan slot waktu alternatif untuk pria dan wanita. Tidak ketinggalan anak perempuan berusia empat tahun yang disuruh mengenakan cadar dan pendirian sekolah agama 'madrasah'. "Praktik agama Islam yang congkak adalah sikap separatis, karena praktik itu bisa mengarah pada sikap memisahkan diri dari institusi dan aturan Perancis," ujarnya. Perancis mnerapkan sekularisme secara ketat yang dinamakan laicite. Kebijakan ini didasarkan hukum pada 1905 setelah perjuangan anti klerikal dengan Gereja Katolik. Namun, kalangan Muslim Perancis ingin menyeimbangkan kebutuhan agama dan kepentingan sekuler ke dalam Islam selama beberapa dekade terakhir. "Masalahnya adalah ideologi yang mengklaim hukumnya sendiri harus lebih tinggi dari hukum pemerintah," jelasnya. Dengan demikian Macron akan mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang separatisme Islamis ke parlemen pada awal tahun depan. Rancangan ini berisi sekolah di rumah akan sangat dibatasi untuk menghindari anak-anak diindoktrinasi. Kegiatan ini akan dianggap pemerintah sebagai sekolah tak terdaftar, bahkan menyimpang dari kurikulum nasional. Para prefect (perwakilan lokal) akan diberi wewenang pemerintah pusat  membatalkan keputusan wali kota untuk membatasi kafetaria sekolah atau kolam renang hanya untuk perempuan atau laki-laki. Sebelum, kalangan Muslim telah mengeluhkan diskriminasi, kemiskinan, dan keterasingan sosial. Hal ini terjadi akibat kalangan Muslim hanya berjumh 7%-8% atau 5 juta orang dari total penduduk atau paling kecil dibandingkan negara-negara Eropa. Pengajaran bahasa Arab akan didorong pemerintah dan Institut Islamologi. Namun, imam dari negara asing tidak dapat melatih para ulama di Perancis dan tidsak dapat membiayau masjid. "Islam dan Islamisme radikal tidak boleh digabungkan dan dia ingin membangun "Islam yang mencerahkan" di Prancis," paparnya. Pemerintah mengklaim sebanyak 250 orang lebih terbunuh di Perancis selama lima tahun terakhir diklaim akibat serangan orang-orang militan atau individu yang terinspirasi oleh kelompok-kelompok garis keras. (moc)