Pemerintah Kebut Penyelesaian UU Pekerja Migran

Photo 1
Photo 1
Jakarta (4/3) -- Pemerintah terus berkomitmen dalam melayani dan melindungi Pekerja Migran Indonesia (PMI), mulai sejak sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) No. 18/2017 tentang Pelindungan PMI. Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Ghafur Dharmaputra mengatakan pemerintah saat ini sedang menyelesaikan penyusunan peraturan pelaksana/turunan yang mencakup tiga Peraturan Pemerintah, dua Peraturan Presiden, lima Peraturan Menteri Ketenagakerjaan, dan tiga Peraturan Badan. "Target penyelesaiannya Mei 2020. Hal tersebut untuk mengatasi dan mencegah permasalahan yang kerap dihadapi oleh PMI di negara penempatan," ujarnya saat menerima perwakilan Jaringan Buruh Migran (JBM) dalam rangka Riset Pengembangan Gender Guideline bagi Tripartite Plus dan Pembentukkan Forum Tripartite Plus untuk Implementasi UU 18/2017 yang responsif gender di Kantor Kemenko PMK, Jakarta. Ghafur menyebutkan beberapa permasalahan yang masih dihadapi oleh PMI di negara penempatan. Diantaranya, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), PMI yang bermasalah karena berangkat tidak sesuai prosedur akibat faktor ekonomi, minimnya pengetahuan dan kompetensi, serta masih berbelitnya prosedur pengurusan dokumen. "Forum tiga pihak (Tripartite Plus) yaitu pemerintah pusat maupun daerah, dunia bisnis, dan organisasi masyarakat sipil, serta serikat pekerja menjadi sangat penting. Utamanya terkait dengan pengawasan dan perlindungan bagi PMI," tegasnya. Asisten Deputi Pemberdayaan Perempuan Kemenko PMK Wagiran yang turut mendampingi menekankan bahwa penyusunan regulasi dan perbaikan tata kelola layanan PMI dilakukan secara terpadu bagi seluruh PMI tanpa membedakan gender. "Penelitian atau riset yang dilakukan organisasi masyarakat sipil agar disampaikan kepada pemerintah untuk dipelajari dan bisa memperkaya upaya kita melindungi PMI secara lebih maksimal," ucap Wagiran. Kemenko PMK dalam hal ini terus mendorong K/L agar dapat mengimplementasikan kebijakan pencegahan, penanganan dan pemberantasan human trafficking sesuai Perpres 9/2015 dan Perpres 69/2008. Antara lain yaitu dengan melakukan rapat koordinasi melibatkan anggota GT PP-TPPO pusat dan daerah. "Selain itu juga berkoordinasi dengan BUMN, pihak swasta, termasuk masyarakat," imbuhnya. Kemenko PMK juga melakukan upaya pemberantasan TPPO melalui penguatan regulasi PPTPPO yang meliputi revisi Perpres 69/2008, penyusunan RAN PTPPO 2020-2024, revisi Perkaha GT PP-TPPO Pusat, dan mendorong daerah membuat Rencana Aksi Daerah (RAD) PTPPO. Upaya pemberantasan TPPO lainnya adalah peningkatan pemahaman terhadap Aparat Penegak Hukum (APH) agar konsisten menerapkan UU TPPO dalam penangananan kasus serta mendorong K/L agar dapat membangun database yang terpadu. "Untuk diketahui, Gugus Tugas TPPO diketuai oleh Menko PMK, dengan Menteri PPPA sebagai ketua harian dan sekretariat di bawah koordinasi KemenPPPA, dan beranggotakan 19 K/L yang telah terbagi tugas sesuai keanggotaannya," jelas Wagiran. Sementara itu, Sekretaris Nasional Jaringan Buruh Migran Savitri berharap peraturan pelaksana/turunan UU 18/2017 yang sedang disusun pemerintah terkait Pelindungan PMI dapat lebih bersifat responsif gender.(AAN)