Memperkuat Literasi, Membangun Peradaban

Aji Setiawan3
Aji Setiawan3
Literasi saat ini menjadi soko guru dari peradaban dan juga masa mendatang. Dengan budaya literasi, kita bisa melacak jejak peradaban yang tertulis. Karena itulah, penting meningkatkan budaya literasi di masyarakat. Budaya literasi merupakan jalan menuju peradaban Indonesia yang maju.Kemampuan manusia yang bersosialisasi dengan sesama maupun dengan alam, merupakan hasil aktivitas membaca. Karena itu, budaya membaca atau literasi menjadi penting agar masyarakat Indonesia menjadi generasi cerdas menjawab zaman serta mengedalikan situasi alam lingkungan Bagaimana manusia bisa membangun nilai untuk mengendalikan alam? Ya dengan membaca, dengan bacaan. Kalau tidak nanti manusia yang dikendalikan alam.Secara sederhana literasi yang dalam bahasa Inggrisnya literacy memiliki makna keberaksaraan atau kemampuan membaca dan menulis (the ability to read and write).  Literasi berasal dari bahasa Latin, literatus, yang berarti "a learned person" (orang yang belajar). Dalam bahasa Yunani, juga dikenal istilah literra (huruf), sehingga literasi melibatkan kemampuan membaca dan menulis. Dalam perkembangan selanjutnya istilah literasi mengalami perluasan makna,  sehingga muncul ragam literasi, seperti literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi media, dan lain sebagainya. Namun semuanya tidak terlepas dari kemampuan menggali dan mengelola informasi yang sebagian besar melibatkan kemampuan membaca dan menulis. Kemajuan  peradaban suatu bangsa sangat terkait dengan kemampuan literasi. Kita mengenal bangsa - bangsa yang memiliki peradaban besar dalam sejarah, seperti Mesopotamia, Mesir Kuno, Yunani, China,  dan India. Mereka adalah bangsa-bangsa yang telah memiliki tradisi literasi yang kuat pada zamannya. Budaya literasi yang tinggi membentuk masyarakat berpengetahuan (knowledge society). Sedangkan pengetahuan adalah kekuatan yang menentukan eksistensi dan kemampuan suatu bangsa dalam persaingan global. Tradisi tulis menulis adalah tradisi intelektual, sebuah pilihan mainstream dari kaum intelektual dari peradaban  kaum terpelajar dan terdidik. Literasi dalam konteks kekinian merupakan faktor esensial dalam upaya membangun fondasi yang kokoh bagi terwujudnya masyarakat berpengetahuan dan berkarakter. Tidak hanya membaca, menulis & berhitung, tapi juga bentuk cognitive skills yang tercermin pada kemampuan mengidentifikasi, memahami, dan menginterpretasi informasi yang diperoleh untuk ditransformasikan ke dalam kegiatan-kegiatan produktif yang memberi manfaat sosial, ekonomi, dan kesejahteraan. Makna literasi sudah diperluas, melampaui pengenalan abjad dan angka. Tetapi sudah bisa diperluas menjadi; Kemampuan mengembangkan Iptek untuk kegiatan produktif yang memberi manfaat ekonomi, kemampuan meningkatkan daya saing ekonomi, kemampuan mengatasi persoalan, meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan, serta Kemampuan berpikir logis, kritis dan analitis. Karenanya perluasan paradigma literasi sebagai dasar peradaban akan dimulai.Dalam kontek kekinian, memiliki definisi dan makna yang sangat luas, literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berfikiran kritis dan peka terhadap lingkungan sekitar. Secara sederhana, budaya literasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan atau kualitas melek huruf atau aksara yang didalamnya berkaitan dengan membaca dan menulis Ciri bangsa yang maju adalah bangsa yang kokoh dalam membangun tradisi literasi. Tingkat kemajuan suatu masyarakat, daerah atau bangsa itu ternyata dapat diukur dari tradisi literasinya, berapa banyak waktu sehari-harinya yang digunakan untuk membaca dan juga menulis, salah satunya di ungkapkan oleh Daniel Lerner, dalam buku “The Passing of Traditional Society” yang menjelaskan bahwa ada empat unsur pemacu modernisasi yaitu ; Pertama, tingkat melek huruf, Kedua, urbanisasi, Ketiga, partisipasi media dan Keempat, partisipasi politik. Dari keempat unsur diatas, kemampuan membaca suatu masyarakat ternyata menempatkan urutan pertama yang dapat memicu perubahan sosial yang besar. Ini artinya tradisi membaca menjadi sangat penting bila kita mendambakan peradaban yang berkemajuan. Pernyataan bahwa tradisi literas , khususnya membaca ada kaitannya dengan kemajuan peradaban diperkuat juga landasan teologis, kita bisa memahami dari wahyu yang pertama di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu ayat 1-5 surat al-alaq, yang bunyi ayat pertamanya adalah “Iqro” yang artinya Bacalah! Ternyata perintah Allah SWT yang pertama adalah membaca, bukan bekerja atau berdo’a. begitu pula jika kita membaca kisah kisah masa lalu, berkaitan dengan pusaka negeri Amarta ternyata berupa kitab bukan keris, tombak atau pedang. Hal ini setidaknya bertanda bahwa membaca dan menulis (literasi) adalah pekerjaan mulia dan utama. Yang menjadi problem kita adalah, dari berbagai penelitian dan survei menunjukan kemampuan dan kemauan masyarakat Indonesia dalam hal membaca ternyata sangat lemah. Di antaranya kita bisa melihat dari laporan penelitian yang dilakukan oleh Central connecticut State University di New Britain,Conn, Amerika Serikat yang menempatkan Indonesia pada posisi 60 dari 61 negara. Indonesia hanya setingkat lebih tinggi dari Botswana ,sebuah negara miskin di Afrika. ( The Jakarta Post, 12 maret 2016). Juga bisa kita baca dari sensus BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2006,menunjukan 85,9 % masyarakat memilih menonton televisi, 40,3% mendengar radio dan hanya 23,5% membaca surat kabar. Dan akhirnya bila kita menengok sejarah, nengutip Nash Hamid Abu Zaid, peradaban Islam adalah peradaban teks. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kemunduran peradaban kita saat ini sangat dimungkinkan karena telah meninggalkan tradisi membaca dan sekaligus menulis. Tentu ini adalah tantangan tersendiri untuk membangkitkan kembali minat dunia baca dan menulis. Perlu waktu luang untuk membaca, merenung dan menulis yang baik secara disiplin. Menulis adalah kemampuan seseorang yang dilatih secara terus menerus. Tradisi membaca dan menulis adalah tradisi kaum intelegensia yang masih tersisa di akhir-akhir jaman sekarang. Tentu kita bukan sebagian  orang apatis, yang menolak sekolah sebagai tempat pendidikan terbaik. Maka mari kita galakan tradisi literasi dari diri sendiri, dari lingkungan terdekat dan mulai dari sekarang dalam upaya membangun peradaba masa depan yang lebih baik. Mantan Ketua PWI-Reformasi Korda Jogjakarta, Aji Setiawan