Maklumat Kapolri Dinilai Tidak Sasar Wartawan?

edi hasibuan
edi hasibuan
Gemapos.ID (Jakarta) - Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) menilai maklumat Kapolri nomor 1/I/2021 tentang kepatuhan larangan penggunaan simbol FPI tidak menyasar karya jurnalistik. Sasaran Polri adalah narasi-narasi di media sosial (medsos) yang berisi provokasi, menghasut, dan hoaks. "Wartawan adalah mitra kerja Polri," kata Edi Hasibuan, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) di Jakarta pada Sabtu (2/1/2021). Penerbitan Maklumat Kapolri tenfang FPI dinilai akibat selama ini provokasi hasutan dan hoaks sangat meresahkan masyarakat sehingga berpotensi mengganggu kamtibmas. Maklumat itu dikeluarkan untuk memberikan perlindungan dan menjamin keamanan bagi negara dan masyarakat. Selain itu untuk memperkuat surat keputusan bersama (SKB) menteri tentang larangan penggunaan simbol FPI. "Maklumat Kapolri sangat dibutuhkan dalam menjaga stabilitas kamtibmas agar selalu kondusif," ujarnya. Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis, menerbitkan Maklumat Nomor 1/I/2021 tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan, penggunaan simbol, dan atribut serta penghentian kegiatan FPI tertanggal 1 Januari 2020. Maklumat itu terbit menindaklanjuti Keputusan Bersama (SKB) Mendagri, Menkum HAM, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme tanggal 30 Desember 2020 tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI. Salah satu isi Maklumat Kapolri itu adalah pasal 2d bahwa masyarakat diminta agar tidak mengakses, mengunggah dan menyebarluaskan konten terkait FPI, melalui website dan media sosial (medos). Menanggapi hal itu, komunitas pers sepakat meminta Kapolri mencabut Pasal 2d maklumat itu karena dapat mengancam tugas utama jurnalis dan media massa. "Maklumat itu mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," kata Komunitas Pers yang diwakili Ketua Umum AJI Abdul Manan, Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari, Ketua Umum IJTI Hendriana Yadi, Sekjen PFI Hendra Eka, Ketua Forum Pemred Kemal E Gani, dan Ketua Umum AMSI Wenseslaus Manggut di Jakarta, Jumat (1/1). Pasal itu juga bisa dikategorikan bertentangan dengan Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pers tentang tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.. Selain itu, maklumat itu juga bertentangan dengan hak warga negara di dalam Pasal 28F UUD 1945 tentang hak memperoleh informasi. (mam)