Kurangi Inovasi Tetap Bisa Perbaiki Lingkungan

Sigit Reliantoro
Sigit Reliantoro
Gemapos.ID (Jakarta) - Pemerintah Indonesia merencanakan penerapan ekonomi hijau pada 2035. Namun, proses penerapan ekonomi hijau tersebut sudah mulai dilakukan dari sekarang. Salah satunya adalah dengan pengadopsian sistem Social Return of Investment (SROI) oleh Proper. Pengadopsian SROI oleh Proper menciptakan sebuah inovasi yang bernama inovasi sosial. SROI berguna agar terciptanya efektivitas, menjawab kebutuhan sosial, meningkatkan kapasitas sosial, dan terciptanya inovasi sosial. Inovasi sosial tercipta untuk memenuh kebutuhan di masyarakat karena cara yang sudah ada tidak efisien, tidak adil, dan tidak ada hasilnya bagi masyarakat. “Inovasi harus ada biaya yang  diturunkan tapi juga harus ada nilai-nilai yang diangkat. Bicara soal inovasi ada unsur mengurangi biaya tapi juga ada perbaikan lingkungan yang bisa diukur,” jelas Ketua Sekretariat Proper Sigit Reliantoro. Ia juga menjelaskan bahwa inovasi sosial yang dimaksud adalah bagaimana perusahaan mengembangkan inovasi di bidang lingkungan dan mempatenkan produk inovasi, seperti pematenan T-Plug installer, expansion joint drying oven, biskuit cangkang kepiting, dan ground locator. Namun, ia juga menambahkan, ada perusahaan-perusahaan yang tidak sampai pada tahap pematenan, tapi tetap berdampak baik pada lingkungan dan dampak tersebut dapat dikuantifikasi. Ia pun memaparkan salah satu contoh perusahaan tersebut adalah PJB Unit Pembangkit Muara Karang. PJB Muara Karang berhasil mengefesiensi air sebesar 19.357 m3 dengan mengganti block valve bottom drain boiler 5. Bahkan, PJB Muara Karang juga mampu menurunkan emisi sebesar 7.459 ton CO2 dan melakukan Reduce, Reuse, Recycle (3R) limbah non-B3 dari purifikasi lube sebesar 172 ton. Dengan demikian, PJB Muara Karang tidak hanya semena-mena menggunakan sumber daya alam dan menjadikan suatu wilayah sebagai markas untuk menghasilkan uang, namun mereka juga dapat membuktikan bahwa eksistensinya dapat bermanfaat pada masyarakat serta lingkungan. “Ada kewajiban moral bagi perusahaan ekstraktif itu sebagai pendatang yang mengambil resources dari masyarakat setempat untuk mengembalikan resources itu pada masyarakat karena itu [sumber daya] modal mereka [masyarakat] untuk memperbaiki kehidupan mereka, [memperbaiki] masa depan,” lanjutnya. Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Whisnu Bahriansyah pun membagikan  pengalaman PHE dalam melakukan program berkelanjutan di Pelabuhan Karangsong. Menurutnya, Pelabuhan Karangsong tadinya adalah pelabuhan biasa, namun dengan program CSR PHE, pelabuhan tersebut dapat dijadikan tempat wisata. Keuntungan dijadikannya pelabuhan tersebut sebagai tempat wisata adalah pelabuhan tersebut juga dapat menjadi ladang penghasilan bagi masyarakat setempat. “Kemudian, keragaman hayatinya juga luar biasa mulai dari adanya burung-burung kemudian kepiting. Bahkan yang lebih bagus lagi tuh ada tambahan tanah/daratan yang muncul sehingga tempat wisata itu selain tidak abrasi, tapi justru malah bertambah [lahannya],” lanjutnya. Whisnu juga mengatakan bahwa program CSR PHE beberapa kali telah mendapatkan penghargaan emas oleh Proper maupun lembaga internasional. Sementara itu, Sigit mengatakan bahwa perusahaan yang mendapatkan penghargaan emas adalah perusahaan yang kriterianya paling cocok dengan kriteria yang diinginkan Proper, salah satunya adalah dengan terciptanya inovasi sosial. “Ada unsur pembaharuan, ‘apa sih yang untik dari cara yang baru tersebut?’, apakah meningkatkan kapasitas masyarakat untuk melakukan tindakan? Kalau masyarakat marjinal nanti pelaksanaannya jadi lebih inklusif,  turut ikut serta, dan menjadi tangguh, dan ada hubungan baru yang terbentuk,” jelasnya tentang inovasi sosial yang diinginkan proper. Proper yang telah mengadopsi sistem SROI sebagai alat ukur kerangka kerja dan menghitung perubahan dalam konsep nilai secara lebih luas, mengatakan bahwa terdapat beberapa hal yang dimasukkan dalam laporan SROI yang perusahaan buat. SROI digunakan untuk menilai efektivitas, menjawab kebutuhan sosial, dan meningkatkan kompeten sosial. Sigit mengatakan bahwa laporan SROI isinya akan terkait alasan perusahaan melakukan inovasi sosial serta isu apa yang dapat diselesaikan dengan inovasi tersebut. Dalam laporan tersebut juga ada penjeleasan terkait proses, produk, model, atau pasar baru yang digunakan dalam menciptakan inovasi tersebut. Dampak dari inovasi tersebut pun akan diukur dan dinilai. Ia juga menegaskan bahwa dalam menciptakan inovasi sosial, harus terdapat keunikan tersendiri dari inovasi tersebut. Pihaknya juga akan menilai bagaimana partisipasi masyarakat dalam menjalankan program tersebut dan akan dinilai juga tingkat efisiensinya.