Komitmen Menata Transportasi Humanis

Kemacetan
Kemacetan
Jakarta telah memberikan inspiratif bagi daerah untuk menata transportasi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Terlepas dengan segala kekurangan, akan tetapi sudah jauh lebih baik ketimbang 15 tahun yang lalu. Kota Jakarta menjadi lirikan banyak lembaga internasional untuk memberikan penghargaan atas keberhasilannya. Keberhasilan hasil kerja banyak pihak termasuk dukungan warganya Secara objektif memang, Jakarta dalam lima tahun terakhir mengalami perbaikan yang signifikan untuk sektor transportasinya, memiliki Bus Trans Jakarta, LRT dan MRT yang memberikan pelayanan bagus, dan perbaikan pelayanan Transjakarta. Juga adanya inovasi Program JakLingko. Sebagai layanan firt mile dan last mile, angkutan yang menghubungkan tempat tinggal ke halte bus dan stasiun dengan tujuan perjalanan (final destination). Program JakLingko ini tidak mudah karena mengkonversi dari layanan angkot (mikrolet, KWK, dan lain-lain) yang konvensional, dengan kepemilikan perorangan, sistem setoran, ke sistem layanan JakLingko yang pembayarannya cashless dan sopirnya digaji bulanan. Di akhir masa Jabatan Gub. Basuki Tjahja Purnama sudah memulai dengan memberikan layanan gratis bagi penunpang angkot pada pagi dan sore untuk sejumlah 10 rute angkot di Jakarta. Anggaran DKI Jakarta memungkinkan untuk memberikan layanan gratis angkot se Jakarta. Jalur sepeda dibangun sepanjang 63 kilometer. Masih perlu pengawasan, karena akivitas parkir di tepi jalan masih eksis dan pelanggaran ojek daring menggunakan jalur sepeda masih terjadi. Yang diperlukan jalur sepeda melindingi pesepeda, yakni dilengkapi batasan fisik sepanjang jalur sepeda yang dibangun. Banyak kota yang saat ini bermasalah dengan layanan angkot mungkin saja bisa menggunakan model JakLingko ini sebagai referensi solusi. Namun kendalanya adalah terbatasnya APBD. Selain itu peran PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia (KAI) menata KRL Jabodetabek mulai tahun 2013 dengan mengangkut sekitar 350 ribu penumpang per hari. Sekarang sudah mencapai 1 juta penumpang per hari. Demikian pula dengan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) yang dibentuk oleh Kementerian Perhubungan tahun 2016 turut memberikan kontribusi perbaikan kondisi transportasi di Jakarta. Mobilitas masyarakat tidak dapat dibatasi wilayah administratif. Oleh sebab itu BPTJ telah memiliki Rendana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) salah satunya memiliki target pengguna transportasi umum mencapai 60 persen di tahun 2029. Tahapannya dimulai tahun 2019 mencapai 20 persen dan tahun 2024 targentya 40 persen di wilayah Jabodetabek. Agar kesuksesan Jakarta membangun dan mengembangkan dapat terjadi di daerah lain, perlu komitmen bersama, khususnya dari pemerintah pusat dan daerah. Agak susah kalau tidak dibantu (pemerintah) pusat. Selain intervensi pemerintah pusat, komitmen kepala daerah juga diperlukan. Sayangnya, komitmen pemerintah daerah di banyak daerah kebanyakan masih minim. Tidak hanya itu, anggaran yang minim, tidak sebesar DKI Jakarta, juga jadi halangan. Tahun 2019, dalam komitmen membangun transportasi massal di Jakarta dalam jangka waktu 10 tahun, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di hadapan pemerintah pusat mengatakan, anggaran yang dibutuhkan untuk membangun transportasi mencapai Rp 605 triliun. Dana itu dipakai untuk menambah armada dan jangkauan Transjakarta, MRT, serta kereta ringan (LRT). Bagaimanapun, Jakarta sudah bisa menjadi kota percontohan penataan transportasi perkotaan bagi kota-kota lain di Indonesia. Keberhasilan itu, sekali lagi, terwujud karena komitmen seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun swasta. Gubernur terdahulu, misalnya, juga memiliki andil. Gub. Sutiyoso melakukan gebrakan dengan memulai operasi Busway Trans Jakarta di tiga koridor. Dilanjutkan Gub. Fauzi Bowo melanjutkan untuk koridor berikutnya dan mulai merintis pembangunan MRT di Lebak Bulus. Era Gub. Joko Widodo menancapkan mulainya pembangunan MRT di Dukuh Atas, penataan trotoar, bus tingkat wisata. Gub. Basuki Tjahaja Purnama menuntaskan pembangunan 13 koridor Busway Trans Jakarta, penggunaan bus lantai rendah (low deck), Simpang Susun Semanggi, penataan dan pelebaran trotoar yang sebagian dapat dimanfaatkan jalur sepeda dan memulai angkot gratis pada 10 rute saat jam sibuk pagi dan sore. Masa kepemimpinan Gub. Jarot Saiful Hidayat yang relatif pendek 4 bulan melanjutkan program yang sudah dikerjakan Gub. Basuki Tjahaja Purnama sebelumnya. Kemudian, munculnya BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek) dengan Bus Trans Jabodetabek dan Bus JR Connexion sejak 2016 atau PT KAI dan PT KCI dengan operasionalisasi KRL Jabodetabek sejak 2013 adalah wujud kepedulian BUMN dan pemangku kepentingan lainnya. Pengukuhan program Pola Transportasi Makro (PTM) dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2003 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, Kereta Api, Sungai dan Danau serta Penyeberangan di DKI Jakarta juga berperan. Program PTM mempunyai strategi yang meliputi pengembangan angkutan umum, pembatasan lalu lintas, dan peningkatan kapasitas jaringan. PTM yang dibuat dalam perda menjadi penguat para gubernur DKI untuk mewujudkan transportasi yang humanis di Jakarta. Setiap kepala daerah atau gubernur di Jakarta memiliki kontribusi dengan inovasi masing-masing. Kendati begitu, PR lain soal jalur sepeda masih menanti. Jalur sepeda yang kini disediakan masih perlu dipastikan faktor keamanan dan kenyamanannya bagi pengguna sepeda. Sekarang jalur sepeda tidak berkeselamatan, ini yang masih menjadi PR DKI Jakarta, yang artinya belum selesai. Pengaturan ojek daring yang hingga kini masih berpolemik. Beberapa terminal penumpang masih perlu dibenahi, seperti Terminal Tanjung Priok, Terminal Kampung Rambutan. Kebijakan pelat kendaraan bermotor Ganjil Genap yang sudah berjalan dapat segera digantikan dengan kebijakan jalan berbayar (electronic road pricing atau ERP). Sekarang, kebijakan pelat kendaraan bermotor Ganjil Genap dirasa kurang memberikan kontribusi mengatasi kemacetan lalu lintas di jalan, karena cenderung warga membeli kendaraan bermotor yang berbeda pelat nomor kendaraan. Juga ada upaya pemalsuan plat nomor kendaraan bermotor bagi yang belum sanggup membeli kendaraan bermotor. Penegakan hukum dengan bantuan teknologi informasi (electronic traffic law enforcement atau ETLE) sangat membantu meringankan petugas Kepolisian Lalu Lintas untuk tidak harus ke lapangan lagi. Penegakan hukum pelanggar lalu lintas seperti ini lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Purnomo memiliki kebijakan Tilang Elektronik, ETLE dapat lebih berkembang hingga ke daerah. Di banyak kota di daerah sudah memiliki perangkat pengatur lalu lintas kota yang difasilitasi Direktorat Jenderal Perhubungan Darat sejak 2009 berupa ATCS (Area Traffic Control System) dan sekarang sudah berkembang menjadi ITS (Inteligent Transport System). Dengan sudah tersedianya peralatan pendukung di daerah, program ETLE sudah dapat dilaksanakan hingga ke daerah. Sepeda motor masih menjadi kendala untuk merayu warga beralih menggunakan angkutan umum. Sekitar 75 persen populasi kendaraan bermotor di Jakarta adalah sepeda motor. Demikian halnya di daerah lain di Indonesia. Ojol masih semrawut, kebijakan larangan sepeda motor di Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin juga masih dihapuskan padahal ini baik sekali. Trotoar yang sudah rapi dan bersih dari PKL di Kawasan Stasiun Tanah Abang, kemudian diijinkan PKL berjualan. Kendati sudah dibuatkan lahan berdagang pengganti, namun kesemrawutan di trotoar yag dipenuhi PKL tersebut sulit ditertibkan seperti sedia kala. Dampak positif pembatasan sepeda motor Jalan MH Thamrin dan Jalan Jend. Sudirman  adalah terjadi pengurangan volume kendaraan 22,4 persen, presentase kecepatan kendaraan meningkat, semula 25,3 km/jam menjadi 30,8 km/jam, waktu tempuh meningkat 15 persen (Dishub.DKI Jakarta, 2017). Menurut Polda Metro Jaya (2017) menyebutkan berkurang simpul kemacetan, pelanggaran lalu lintas dan jumlah kecelakaan menurun 30 persen. Kawasan Tanahabang sudah bagus ditata. PKL dilarang berjualan di trotoar.  Sayangnya, karena janji politik, dibolehkan PKL berjualan Kembali di trotoar. Kendati dijanjikan dan sudah dibangun Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) penghubung antara Stasiun Tanah Abang hinggga Pasar Tanah Abang yang dilengkapi ruang fasilitas berdagang. Namun tidak surut pula keberadaan PKL di trotoar masih tetap eksis di bawah JPO. Sudah sulit sekarang menghilangkan aktivitas PKL di trotoar penghubung Pasar Tanah Abang dan Stasiun Tanah Abang. Jadi jangan sekali-kali masukkan transportasi menjadi janji politik yang desdruktif. Karena akan ada yang dikorbankan di lapangan. Hal lain yang juga jadi PR dan perlu dipastikan adalah integrasi antar-moda serta penertiban trotoar dari pangkalan ojek, parkir mobil serta pedagang kaki lima. Integrasi sudah berjalan dalam hal integrasi fisik dan integrasi jadwal perjalanan. Sementara integrasi pembayaran sedang dalam proses berlanguns. Jika kelak, integrasi pembayaran dapat terwujud, cukup satu tiket (one ticket) untuk semua moda transportasi umum. Pengguna transportasi umum dapat berlangganan tiket transportasi umum untuk harian, mingguan atau bulanan. Keberhasilan Kota Jakarta menata transportasi dapat dijadikan contoh para kepala daerah di kota-kota lain di Indonesia untuk untuk menata transportasi kotanya. Meski tidak mudah mewujudkannya. Di Jakarta dan Sebagian besar Sekarang sudah mulai terwujud. Tahun 2020 sudah ada lima kota yang mendapatkan bantuan operasional penataan transportasi umum dengan skema pembelaian layanan (buy the service). Kelima kota tersebut adalah Medan (Trans Metro Deli), Palembang (Trans Musi Jaya), Yogyakarta (Trans Yogya), Surakarta (Batik Solo Trans) dan Denpasar (Trans Metro Dewata). Selain itu ada bantuan infrasruktur fasilitas sepeda (jalur dan rak sepeda) di enam kota, yakni Palembang, Salatiga, Surakarta, Klaten, Magelang, dan Purworejo. Dilanjutkan tahun 2021, ada enam kota yang akan mengoperasikan transportasi umum denga skema BTS (buy the service), yakni Bandung, Banyumas, Surabaya, Banjarmasin dan Makassar. Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat