Keutamaan Berkurban Hewan Saat Pandemi Covid-19

kurban sapi
kurban sapi
Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan Hari Raya Idul Adha 10 Dzulhijah 1441 H jatuh pada Jumat, 31 Juli 2020. Keputusan ini membuat masyarakat Indonesia tidak hanya perlu menyiapkan diri untuk ibadah puasa dan ibadah salat Idul Adha saja, tetapi dia juga perlu ibadah hewan kurban. Kata kurban berasal dari bahasa Arab yakni Qariba yang berarti dekat atau mendekatkan kepada Allah dengan menjalankan perintahnya. Hukum melakukan kurban atau menyembelih hewan adalah sunnah muakkad atau ibadah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat atau hampir mendekati wajib. Ketentuan ibadah kurban tertulis dalam Al Quran Surat Al-Hajj Ayat 34 yang berbunyi وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِ Artinya, “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). Kemudian, Surat Al-Kautsar Ayat 2 berbunyi: فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ dengan arti "Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan sembelihlah hewan qurban". Berkurban merupakan wujud kesyukuran atas limpahan nikmat yang tak terkira jumlahnya. "Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak, maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah" (QS 108: 1-2). Para calon jamaah Haji yang batal berangkat ke Makkah akibat ditutup Pemerintah Arab Saudi lantaran pandemi Corona Virus Disease 2019/Covid-19 (Virus Korona) masih terjadi di dunia dapat mengganti ibadahnya dengan berkurban hewan. Pendapatan yang turun saat pandemi Covid-19 juga bukan berarti mengurungkan niatnya untuk menjalankan ibadah kurban herwan. Sepanjang kita masih diberikan keluasan rezeki, maka ibadah ini tetap disunahkan kepadanya. Bahkan, saat kita sedang mengalami cobaan atau malahan penundaan rezeki lebih afdhal (utama) berkurban hewan guna membuka pintu tersebut. Ibadah ini tidak membuat rezeki kita berkurang atau jatuh miskin, janji Allah akan menambah hingga melipatgandakannya. Bahkan, orang yang merasa kekurangan, tetapi berupaya menunaikannya, akan diganjar pahala yang berlipat ganda. Beliau SAW pernah ditanya, "Apakah sedekah yang paling utama?" Baginda SAW menjawab, "Sedekah orang yang dalam kekurangan." (HR an-Nasa`i). Ibadah kurban yang akan dilakukan perlu diputuskan secara baik yakni apakah kita akan memilih kurban sapi, domba, atau kambing. Apabila kita memutuskan untuk berkurban sapi, maka itu hendaklah dapat dilakukan atas nama sendiri, meskipun itu bisa patungan maksimal atas nama tujuh orang. Alasannya, pahala yang diperoleh dari berkurban sapi oleh atas nama sendiri lebih besar dibandingkan atas nama tujuh orang. Hal ini terjadi akibat pahala dibagi kepada tujuh orang hingga pahala dibagikan kepada keluarga masing-masing. Dengan demikian, kita bisa lebih memilih berkurban domba atau kambing untuk sendiri dibandingkan kolektif tujuh orang untuk membeli seekor sapi. Karena, pahala kurban yang kita lakukan sendiri lebih besar ketimbang beramai-ramai. Meskipun, berkurban sapi lebih afdhal dibandingkan domba dan domba lebih afdhal ketimbang kambing. Kambing itu harus gemuk yang lebih baik dibandingkan dua kambing kurus. Semakin banyak darah yang ditumpahkan dari kurban hewan semakin afdhal. Keterangan ini diperoleh dari Imam an-Nawawi (wafat 676 H) dalam Kitab Al Majmu' Syarh al-Muhadzdzab. Lepas dari itu hewan kurban harus sudah tersertifikasi kesehatan hewan bebas dari berbagai penyakit seperti kuku dan mulut dari Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3). Ibadah kurban hewan berawal dari Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan menyembelih anaknya yang bernama Nabi Ismail oleh Allah melalui mimpi. Padahal, Nabi Ismail AS merupakan anak yang dirindukan selama ini bersama istrinya yang bernama Siti Hajar setelah lama menikah, tapi belum dikaruniai keturunan. Keikhlasan istrinya termasuk kerelaan anaknya mendorong Nabi Ibrahim AS bertekad melaksanakan penyembelihan tersebut. Namun, Allah mengganti itu dengan seekor hewan sejenis domba untuk disembelih. (mam)