Kematian Anak di Indonesia Tertinggi di Asia Pasifik

Vicka Farah Diba
Vicka Farah Diba
Gemapos.ID (Jakarta) - Berdasarkan data pada November 2020, kematian anak di Indonesia akibat terpaparĀ  Covid-19 sebesar 3,2%. Angka tersebut adalah angka kematian tertinggi anak di Asia Pasifik. Faktor mortalitas anak pada masa pandemi salah satunya adalah karena stunting dan malnutrisi, yang berdampak pada rendahnya daya tubuh anak. Daya tubuh yang rendah tersebut pun memicu terjadinya penyakit secara bersamaan, yakni Covid-19 dan penyakit penyerta, seperti diare, obesitas, asma, dan tuberkolosis. Menurut data pada 2015, Indonesia masih gagal mencapai kurang dari 15% anak yang mengalami kekurangan gizi dan prevelensi anak pendek (stunting) masih mencapai 35%, sehingga ini adalah suatu tantangan bagi anak dan orang tua di Indonesia selama masa pandemi. Kondisi ini juga menjadi tantangan bagi orang tua yang baru mempunyai bayi berumur nol sampai dua tahun di masa pandemi. Tantangan tersebut adalah bagaimana menjaga anak agar tetap tumbuh dan berkembang dengan baik di tengah polemik yang dapat ditimbulkan akibat virus Covid-19. Apalagi, periode emas perkembangan anak terjadi pada 1.000 hari pertama kehidupan anak, yakni 270 hari kehamilan dan 630 hari setelah lahir. Di mana para orang tua harus memanfaatkan masa ini untuk meningkatkan kualitas otak dan kekebalan tubuh anak karena perkembangan otak, sistem imun, dan sistem saraf sangat signifikan terjadi di masa ini. "Karena ketika dua tahun sampai adult (dewasa) itu dikit aja perkembangan sarafnya," kata Dokter Spesialis Anak RS JIH, Vicka Farah Diba. Ia melanjutkan bahwa kurangnya stimulus dan gizi pada anak berumur nol sampai dua tahun mengakibatkan anak menjadi lemah dan mudah sakit, serta perkembangan otak tidak maksimal. Bahkan, dapat menyebabkan gangguan otak irreversible. Perkembangan otak yang tidak maksimal mengakibatkan anak sulit untuk mengikuti pelajaran dan akibatnya anak menjadi susah mendapatkan pekerjaan di masa dewasa. Dengan demikian, ada beberapa hal yang beberapa ibu harus lakukan agar terus dapat menjaga perkembangan anak di masa golden age-nya, sekaligus agar anak terhindar dari virus Covid-19 di masa pandemi ini. Pertama, adalah pemberian ASI, karena ASI menyelesaikan permasalahan stunting (tubuh pendek). Dengan demikian, Vicka menyarankan para orang tua untuk tidak terburu-buru dalam memberikan susu formula kepada anak. Lagipula, ASI bermanfaat bagi anak dan ibu, yakni lebih ekonomis, praktis, dan dapat mempercepat masa nifas. Namun, saat ini yang menjadi kebingungan di kalangan ibu adalah ketika sang ibu sedang terpapar Covid-19, sehingga takut untuk menyusui sang anak. Menurut Vicka, Covid-19 tidak menular secara vertikal dari ibu ke anak saat hamil, saat melahirkan, maupun saat menyusui. Namun, anak tetap dapat tertular melalui droplet yang dihasilkan ibunya. "Jadi, ibu masih boleh menyusui tapi menggunakan masker, cuci tangan sebelum dan setelah menyusui, tapi jangan lupa juga membersihkan permukaan benda yang disentuh," jelasnya. Sementara itu, nutrisi yang seimbang juga berguna untuk mencegah dan menerapi dari berbagai penyakit, karena tubuh anak seperti memiliki amunisi dalam melawan penyakit atau infeksi jika ada nutrisi yang cukup di dalam tubuh. Untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi dapat dengan memakan banyak sayuran dan buah-buahan sehingga meningkatkan daya tahan tubuh anak di masa pandemi. Daya tubuh anak juga dapat diperkuat dengan istirahat yang cukup. Selanjutnya, Vicka menyarankan para orang tua untuk tetap memantau tumbuh kembang anak di masa pandemi. Pemantauan ini dapat dilakukan di rumah, tanpa harus ke rumah sakit, dengan melihat parameter dari aplikasi prima dan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Berdasarkan survei, pengetahuan ibu tentang buku KIA ini rendah sekali. Padahal, ilmunya banyak sekali di situ (di buku KIA), tidak hanya ada parameter imunisasi, "Ada juga pemantauan tumbuh kembang dan tips menyembuhkan penyakit anak secara umum, dan sudah ada update-nya mengenai Covid-19," terangnya. Selain itu, imunisasi anak di masa pandemi pun tetap harus diupayakan, maksimal anak tertunda mendapatkan imunisasi adalah dua minggu atau satu bulan. Imunisasi harus tetap dilakukan di masa pandemi agar tidak ada wabah baru di kalangan masyarakat, seperti polio dan rubella. Walaupun imunisasi menjadi terhambat karena para orang tua khawatir membawa anaknya ke rumah sakit dan bertemu banyak orang, maka disarankan para orang tua untuk membuat janji temu terlebih dahulu dan memilih fasilitas kesehatan yang memisahkan area atau waktu kunjungan antara anak yang sehat dan yang sakit. Menyinggung vaksinasi terhadap anak, papar Vicka, menuturkan bahwa vaksin Pfizer, BionTech, Moderna, dan Astra Zeneca sudah mulai melakukan pengujian keamanan terhadap anak-anak. Namun, menurutnya, pengujian masih harus melewati beberapa tahap yang cukup panjang. Saran kepada para orang tua untuk melindungi anak di masa pandemi dengan cara melakukan aktivitas di rumah saja. "Memakai masker, mencuci tangan, memberikan ASI dan makanan yang bergisi, istirahat yang cukup, membatasi sosial anak, dan melakukan imunisasi," tukasnya.